Harga Minyak Menguat Tipis di Tengah Ketegangan AS-Iran dan Ancaman Tarif Trump

3 Min Read

Harga minyak mencatat penguatan tipis pada awal pekan ini, didorong oleh meningkatnya kekhawatiran pasar atas kegagalan negosiasi nuklir antara Amerika Serikat dan Iran. Sentimen ini cukup meredam tekanan negatif dari penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s.

Dilansir Reuters, Selasa (20/5/2025), harga minyak mentah Brent naik 0,13% ke level US$65,54 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,3% ke US$62,69 per barel. Keduanya mencatatkan kenaikan lebih dari 1% sepanjang pekan lalu, namun penguatan saat ini terlihat lebih terbatas.

- Advertisement -

Pasar saat ini fokus pada perkembangan negosiasi antara Washington dan Teheran terkait program nuklir Iran. Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, menegaskan bahwa pembicaraan akan menemui jalan buntu apabila AS tetap bersikeras agar Iran menghentikan aktivitas pengayaan uraniumnya.

Analis energi dari StoneX, Alex Hodes, menilai pernyataan itu menghapuskan harapan tercapainya kesepakatan yang bisa membuka jalan bagi pelonggaran sanksi terhadap Iran. Jika sanksi dicabut, Iran berpotensi menambah ekspor minyak sebesar 300.000 hingga 400.000 barel per hari.

“Kemungkinan peningkatan pasokan dari Iran kini terlihat sangat kecil,” ujar Hodes.

Dari sisi makroekonomi, penurunan peringkat utang pemerintah AS oleh Moody’s kembali menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek ekonomi negara konsumen minyak terbesar di dunia itu. Selain itu, tekanan tambahan datang dari data ekonomi China yang mengecewakan, dengan perlambatan produksi industri serta penurunan penjualan ritel.

- Advertisement -

Analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, mengatakan bahwa data dari China memang tidak mendukung harga minyak, namun pelemahan masih dalam batas yang wajar.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik kembali mencuat setelah Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa Presiden Donald Trump akan memberlakukan tarif terhadap mitra dagang yang dianggap tidak bernegosiasi dengan itikad baik. Ancaman tarif tersebut semakin menambah ketidakpastian di pasar komoditas.

John Kilduff, mitra di Again Capital, menyebut harga minyak akan tetap volatil dalam waktu dekat karena investor memantau dinamika seputar kebijakan tarif AS, kelanjutan negosiasi nuklir Iran, serta perkembangan proses perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Dalam pernyataan terbaru, Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan bahwa dirinya dan Presiden Trump telah melakukan pembicaraan mengenai Ukraina, dan Moskow bersedia bekerja sama dengan Kiev untuk menyusun nota kesepahaman menuju perjanjian damai. Ia juga menekankan bahwa proses menuju perdamaian berada pada jalur yang benar.

Menurut Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, jika perdamaian tercapai, beberapa sanksi Barat terhadap ekspor minyak Rusia bisa dicabut. Hal ini berpotensi meningkatkan pasokan global dan memberikan tekanan tambahan pada harga minyak dunia.

Share This Article