Konflik terbuka antara Donald Trump dan Elon Musk kian memanas, berpotensi mengguncang panggung politik AS dan dunia bisnis teknologi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara tegas menyatakan tidak memiliki niatan untuk berbicara kembali dengan Elon Musk, menandai keretakan serius dalam hubungan yang sebelumnya bersifat strategis dan saling menguntungkan. Pernyataan ini disampaikan Trump saat berbicara kepada awak media di dalam pesawat kepresidenan Air Force One.
“Saya harap dia sukses dengan Tesla,” ujar Trump santai. Namun, ia menambahkan bahwa seluruh kontrak pemerintah federal dengan perusahaan-perusahaan milik Musk akan ditinjau ulang. “Itu jumlah uang yang sangat besar,” tegasnya.
Ketegangan antara keduanya dipicu penolakan Musk terhadap rancangan undang-undang (RUU) pemotongan pajak versi Partai Republik yang didorong Trump. Musk menyebut RUU tersebut akan menambah utang negara hingga US$2,4 triliun dan merugikan posisi Partai Republik secara politik.
Musk Kritik Tajam, Usul Bentuk Partai Baru
Melalui platform media sosial X, Musk melontarkan kritik tajam terhadap RUU pajak dan belanja yang menurutnya berisi “kekejian menjijikkan”. Ia bahkan menyerukan pembentukan partai politik baru yang mewakili mayoritas warga AS yang merasa tak terwakili oleh Partai Demokrat maupun Republik.
Sementara itu, seorang pejabat Gedung Putih menyebutkan bahwa Trump kemungkinan akan menyingkirkan mobil Tesla Model S merah miliknya—yang baru saja ia beli pada Maret lalu dan pernah dipamerkan di halaman Gedung Putih.
Saham Tesla Anjlok, Investor Desak Musk Minta Maaf
Konflik ini langsung berdampak di pasar. Saham Tesla anjlok hingga 14% pada Kamis lalu, menghapus nilai pasar sekitar US$150 miliar dalam satu hari—penurunan harian terbesar dalam sejarah perusahaan tersebut. Di tengah keheningan para sekutu Musk, investor James Fishback menjadi satu-satunya pihak yang bersuara, menyerukan agar Musk meminta maaf.
“Presiden Trump sudah menunjukkan kesabaran, sementara sikap Elon justru mengecewakan,” ujar Fishback.
Musk diketahui merupakan salah satu donatur utama kampanye Trump pada Pilpres 2024. Tahun lalu, ia menyumbang hampir US$300 juta untuk mendukung berbagai kampanye politik, dan sempat dipercaya memimpin program perampingan birokrasi serta pemotongan belanja pemerintah. Namun, hasilnya tidak memuaskan: efisiensi anggaran hanya mencapai setengah persen dari total anggaran federal.
Perseteruan Politik Mengancam Proyek-Proyek Strategis
Kini, setelah menyebut RUU Trump sebagai “abominasi menjijikkan”, posisi Musk justru menjadi batu sandungan besar di Kongres. Partai Republik, yang hanya memiliki mayoritas tipis, tengah berjuang meloloskan RUU tersebut di Senat. Ketua DPR AS Mike Johnson bahkan berharap konflik ini tidak berlarut-larut.
“Saya tidak ikut campur urusan membangun roket, jadi saya harap dia juga tak ikut campur soal membuat undang-undang,” ujarnya kepada CNBC International.
Namun Trump akhirnya angkat bicara, menyatakan dirinya “sangat kecewa” pada Musk. Musk merespons dengan mengatakan bahwa tanpa dukungannya, Trump tidak akan terpilih, bahkan menyebut sang presiden pantas untuk dimakzulkan.
Trump membalas dengan ancaman serius: membatalkan seluruh kontrak pemerintah dengan perusahaan Musk, termasuk SpaceX dan unit satelit Starlink. Musk sempat mengancam menarik kapsul luar angkasa Dragon dari misi NASA—satu-satunya kendaraan AS yang mampu mengangkut astronaut ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Namun ancaman itu kemudian ia urungkan.
Ketegangan yang melibatkan dua tokoh paling berpengaruh di Amerika ini kini menjadi sorotan utama, baik di panggung politik maupun lantai bursa. Jika berlanjut, dampaknya bisa jauh lebih luas dari sekadar fluktuasi saham.