Impor Melejit, Neraca Dagang AS Anjlok—Ekonomi Tergelincir untuk Pertama Kalinya Sejak 2022

2 Min Read

Neraca perdagangan Amerika Serikat mencatat defisit tertinggi sepanjang sejarah pada Maret lalu, didorong oleh lonjakan impor barang menjelang penerapan tarif baru.

Kondisi ini memberikan tekanan besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan menyebabkan kontraksi pada Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pertama kalinya sejak 2022.

Berdasarkan laporan dari Biro Analisis Ekonomi (BEA) Departemen Perdagangan yang dikutip Reuters, Selasa (6/5), defisit perdagangan AS meningkat tajam sebesar 14% menjadi US$ 140,5 miliar dari revisi US$ 123,2 miliar pada Februari. Angka ini melampaui ekspektasi para ekonom, yang sebelumnya memperkirakan defisit hanya akan naik ke US$ 137 miliar.

Peningkatan impor ini didorong oleh langkah antisipatif pelaku usaha untuk mendatangkan barang lebih awal sebelum tarif baru mulai diberlakukan, terutama atas produk asal China.

Presiden Donald Trump diketahui menaikkan tarif impor dari Negeri Tirai Bambu hingga 145%, memicu percepatan impor dan kekhawatiran pasar akan memanasnya tensi perdagangan.

Data mencatat total impor pada Maret naik 4,4% menjadi US$ 419 miliar, tertinggi dalam sejarah. Impor barang saja melonjak 5,4% menjadi US$ 346,8 miliar.

Sementara itu, ekspor AS hanya naik tipis 0,2% menjadi US$ 278,5 miliar, dengan ekspor barang meningkat 0,7% menjadi US$ 183,2 miliar.

Kondisi ini berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam laporan sebelumnya, pemerintah menyebut defisit perdagangan yang melebar telah memangkas sekitar 4,83 poin persentase dari PDB kuartal pertama, membuat ekonomi AS terkontraksi sebesar 0,3% secara tahunan—penurunan pertama sejak kuartal awal 2022.

Para analis memperkirakan tekanan dari sisi impor akan mereda mulai Mei, yang berpotensi mendorong pemulihan ekonomi di kuartal kedua. Namun, mereka juga mengingatkan risiko dari sisi ekspor, mengingat meningkatnya aksi boikot dari negara-negara mitra dagang terhadap produk dan pariwisata AS.

Penurunan kunjungan wisatawan asing, terutama dari Kanada, turut mencerminkan respons terhadap kebijakan tarif, langkah pengetatan imigrasi, dan pernyataan kontroversial Presiden Trump terkait wilayah Kanada dan Greenland.

Share This Article