Indonesia Akan Tambah Impor dari AS untuk Redam Dampak Tarif Dagang

2 Min Read

Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan meningkatkan impor dari Amerika Serikat (AS) sebagai respons atas kenaikan tarif bea masuk yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Kenaikan tarif sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia mulai berlaku sejak Rabu (2/4/2025), sebagai bagian dari kebijakan tarif resiprokal AS.

Sebagai bagian dari upaya negosiasi, peningkatan volume impor beberapa komoditas utama dari AS dinilai dapat meredam tekanan dagang serta mengurangi ketimpangan neraca perdagangan antara kedua negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, dengan memperbesar impor dari AS, defisit perdagangan Negeri Paman Sam terhadap Indonesia bisa dipersempit.

“Defisit perdagangan kita dengan AS mencapai sekitar US$18 miliar. Ini bisa dikurangi dengan mengisi celah tersebut melalui impor produk seperti gandum, kapas, hingga minyak dan gas (migas),” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (7/4/2025).

Ia menjelaskan bahwa fokus negosiasi Indonesia saat ini adalah pada komoditas yang selama ini mendominasi daftar 10 besar impor dari AS. Langkah ini menjadi bagian dari non-tariff measures (NTM) sebagai bentuk antisipasi terhadap kebijakan tarif resiprokal AS.

“Sebagai contoh, ekspor utama kita ke AS adalah produk sepatu. Namun, produk yang AS butuhkan seperti semikonduktor, furnitur kayu, tembaga, dan emas justru tidak terdampak tarif. Ini menjadi bagian dari celah yang bisa kita manfaatkan dalam perundingan,” jelasnya.

Kebijakan tarif AS yang diumumkan Trump sebelumnya menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk seluruh impor ke AS, kemudian dilanjutkan dengan tarif lebih tinggi untuk sejumlah negara mitra dagang. Untuk China diberlakukan tarif sebesar 34%, Uni Eropa 20%, Indonesia 32%, dan tarif tertinggi hingga 46% dijatuhkan kepada Vietnam.

Share This Article