PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), emiten pengelola jaringan restoran KFC di Indonesia yang dimiliki oleh Keluarga Gelael dan Grup Salim, mencatatkan rugi bersih sebesar Rp36,77 miliar pada kuartal I/2025. Meski masih mencatat kerugian, angka tersebut menunjukkan perbaikan signifikan sebesar 81,25% dibandingkan rugi bersih Rp196,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2025, pendapatan FAST tumbuh tipis 1,81% secara tahunan menjadi Rp1,19 triliun, dari sebelumnya Rp1,17 triliun. Pendapatan utama perusahaan masih berasal dari segmen makanan dan minuman yang menyumbang Rp1,19 triliun, naik 1,79% dibandingkan kuartal I/2024.
Pendapatan dari komisi atas penjualan konsinyasi juga meningkat 29,6% menjadi Rp5,77 miliar, dari Rp4,45 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Namun, pendapatan dari layanan antar tercatat turun 10,36% menjadi Rp412,97 juta, dari sebelumnya Rp460,7 juta.
Setelah dikurangi potongan penjualan, total pendapatan bersih FAST mencapai Rp1,19 triliun pada kuartal I/2025, naik dari Rp1,17 triliun secara tahunan.
Direktur FAST Wachjudi Martono mengungkapkan bahwa tekanan terhadap kinerja perusahaan turut dipicu oleh krisis di Timur Tengah yang memicu persepsi negatif terhadap merek-merek asal Amerika Serikat. Hal ini berujung pada seruan boikot terhadap sejumlah merek, termasuk KFC.
“Kami terus berupaya meningkatkan kinerja penjualan yang diharapkan berdampak positif terhadap hasil usaha sepanjang 2025 dan seterusnya,” ujarnya dalam keterbukaan informasi, Minggu (11/5/2025).
Ia menambahkan, perseroan secara aktif memantau situasi dan telah mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menjaga kelangsungan operasional, termasuk evaluasi strategi pemasaran.
Beban Menurun, Laba Kotor Meningkat
Dari sisi beban pokok penjualan, FAST mencatat penurunan 5,6% menjadi Rp485,5 miliar dibandingkan Rp514,4 miliar pada kuartal I/2024. Laba kotor perusahaan pun naik 7,5% menjadi Rp714,4 miliar dari sebelumnya Rp664,1 miliar.
Total aset FAST per Maret 2025 tercatat sebesar Rp3,79 triliun, meningkat dari Rp3,52 triliun pada akhir Desember 2024. Sementara itu, liabilitas perusahaan naik menjadi Rp3,7 triliun dari Rp3,4 triliun. Di sisi lain, ekuitas perusahaan menyusut menjadi Rp84,3 miliar dari Rp127,7 miliar pada akhir tahun lalu.