Meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, telah mendorong lonjakan harga minyak dunia. Efek dari situasi ini mulai terasa di pasar modal, terutama pada saham-saham emiten minyak dan gas (migas) yang menunjukkan tren positif.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), mayoritas saham sektor migas mengalami kenaikan signifikan pada perdagangan Senin (23/6/2025). Saham PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) naik tajam sebesar 7,82% menjadi Rp386 per lembar. Sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD), ENRG telah tumbuh sebesar 67,83%.
Saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) juga mencatatkan kenaikan sebesar 1,4% ke level Rp1.450, dengan performa YtD meningkat 31,82%. Sementara itu, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) menguat 3,7% ke harga Rp1.260, dan naik 12,5% YtD.
Kenaikan serupa terjadi pada PT Elnusa Tbk. (ELSA) yang naik 1,21% menjadi Rp500 per saham, dengan pertumbuhan tahunan 15,74%. PT ESSA Industries Indonesia Tbk. (ESSA) juga naik 2,26% menjadi Rp680, meskipun secara YtD masih mencatat penurunan sebesar 16,05%.
Ketegangan Global Dongkrak Harga Minyak
Ketegangan yang meningkat di kawasan Teluk membawa dampak langsung pada pasokan energi dunia, terutama karena potensi gangguan di Selat Hormuz — jalur penting yang menyumbang sekitar 20% pengiriman minyak global.
Goldman Sachs dalam riset yang dilansir Reuters memperkirakan bahwa harga minyak Brent bisa melonjak hingga US$110 per barel jika pengiriman melalui Selat Hormuz terhambat 50% selama satu bulan, dengan penurunan hanya 10% dalam 11 bulan berikutnya.
Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani, menjelaskan bahwa melonjaknya harga minyak dipicu oleh serangan militer AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran, yang memicu reaksi keras dari Iran termasuk ancaman menutup Selat Hormuz.
Ia menilai bahwa saham-saham seperti MEDC, ENRG, dan ELSA akan menerima sentimen positif dalam jangka pendek akibat penguatan harga minyak mentah global.
Senada, Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas menyebut konflik militer tersebut telah memicu tren naik harga minyak yang memberikan angin segar bagi saham-saham migas, meskipun ia memperingatkan efek ini kemungkinan hanya bersifat sementara jika konflik mereda.
Analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi, merekomendasikan sektor komoditas, terutama energi, sebagai pilihan investasi yang relatif aman di tengah ketidakpastian global saat ini.
Rekomendasi Analis dan Target Harga Saham
Mengacu pada data Bloomberg, analis dari berbagai sekuritas memberikan pandangan positif terhadap saham-saham migas:
- MEDC: 16 rekomendasi beli, 3 hold; target harga Rp1.601,67.
- AKRA: 21 rekomendasi beli, 1 hold; target harga Rp1.595,94.
- ENRG: 2 rekomendasi beli; target harga Rp460.
- ELSA: 5 rekomendasi beli; target harga Rp635.
- ESSA: 5 rekomendasi beli; target harga Rp920.
Laba Menurun, Tapi Ekspansi Jalan Terus
Meski harga saham menguat, tidak semua emiten mencatatkan kinerja keuangan yang menggembirakan. Laba AKRA di kuartal I/2025 turun 5,08% YoY menjadi Rp565,21 miliar. MEDC bahkan mencatatkan penurunan laba 75,34% menjadi US$18 juta.
ESSA juga mencatatkan penurunan laba 20,39% menjadi US$8,12 juta. Sebaliknya, ENRG dan ELSA berhasil mencatatkan pertumbuhan laba, masing-masing sebesar 1,63% dan 2% YoY.
Beberapa perusahaan migas pun terus mengembangkan usahanya. ENRG tengah mengeksplorasi blok migas di Selat Malaka, Riau, melalui anak usahanya PT Imbang Tata Alam. Untuk mendanai ekspansi ini, ENRG berencana melakukan private placement sebanyak 2,48 miliar saham.
Penemuan cadangan minyak baru di Blok Bentu, Riau, juga memperkuat prospek masa depan ENRG, dengan estimasi awal mencapai 20 juta barel. Direktur Utama ENRG, Syailendra S. Bakrie, menyatakan bahwa peningkatan produksi dari temuan ini diharapkan mendukung kemandirian energi nasional.
Langkah Strategis Emiten Migas
PT Elnusa melalui anak usahanya, PT Elnusa Trans Samudera (ETSA), menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan asal Malaysia, PT Keyfield Offshore, guna memperkuat armada maritim untuk kegiatan migas.
Direktur Utama Elnusa, Bachtiar Soeria Atmadja, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari strategi memperluas jaringan usaha dan memperkuat posisi perusahaan di sektor jasa maritim dan offshore migas.
ESSA juga tidak tinggal diam. Mereka sedang menjajaki kerja sama dengan calon mitra strategis untuk membangun pabrik bioavtur atau sustainable aviation fuel (SAF).
ESSA menargetkan pabrik ini bisa mulai produksi secara komersial pada kuartal IV/2027 atau kuartal I/2028, dengan kapasitas mencapai 150.000 metrik ton per tahun, menurut riset dari BRI Danareksa Sekuritas.