Laba Bank BUMN Campuran per April 2025, BRI Terkoreksi Tajam Sementara BCA Melesat

4 Min Read

Bank-bank pelat merah mencatatkan hasil kinerja laba yang bervariasi sepanjang Januari–April 2025. Di sisi lain, BCA justru membukukan lonjakan signifikan.

Tiga bank BUMN raksasa menunjukkan performa laba yang beragam pada empat bulan pertama tahun 2025. PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) melaporkan pertumbuhan laba yang moderat, sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) justru mengalami koreksi.

- Advertisement -

Laporan keuangan per April 2025 mencatat, Bank Mandiri meraih laba bersih sebesar Rp15,18 triliun, naik tipis 0,77% secara tahunan (year-on-year/YoY) dari Rp15,07 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini ditopang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang meningkat 5,57% YoY menjadi Rp25,41 triliun.

BBNI juga mencatatkan kenaikan laba yang sangat tipis, hanya 0,11% YoY menjadi Rp6,87 triliun, didukung pertumbuhan NII sebesar 3,49% menjadi Rp12,63 triliun.

Berbanding terbalik, BBRI mengalami penurunan laba signifikan sebesar 15,77% YoY menjadi Rp15 triliun, dari sebelumnya Rp17,81 triliun per April 2024. NII BRI juga terkoreksi 0,99% menjadi Rp36,63 triliun.

- Advertisement -

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menunjukkan performa yang jauh lebih solid. Pada Januari–April 2025, BBCA membukukan laba bersih Rp20,21 triliun, melonjak 17,4% YoY dari Rp17,21 triliun. Kenaikan ini ditopang pertumbuhan NII sebesar 6,6% menjadi Rp26,26 triliun.

Prospek Laba Bank BUMN 2025

Analis Sucor Sekuritas, Edward Lowis, menyebutkan bahwa kinerja laba Bank Mandiri masih sesuai ekspektasi. Pihaknya memproyeksikan pertumbuhan laba bank ini sekitar 3% YoY sepanjang 2025. Namun, tekanan pada net interest margin (NIM) diperkirakan tetap ada akibat kondisi likuiditas dan peningkatan porsi dana mahal seperti deposito berjangka.

“Kami pertahankan proyeksi laba bersih Mandiri di Rp57,4 triliun, naik 3% YoY, mencerminkan potensi kenaikan terbatas dalam jangka pendek,” ujar Edward dalam laporan riset Sucor Sekuritas, Selasa (27/5/2025).

Terkait BBRI, Edward menilai bahwa meski laba anjlok pada periode Januari–April, kinerja tersebut membaik dibanding kuartal I/2025. Pada kuartal pertama, laba bersih BRI turun 20% YoY menjadi Rp11,1 triliun. Namun, perbaikan terjadi berkat penurunan cost of credit (CoC) yang membaik menjadi 3,5% per April 2025, dari 5,6% pada Januari dan 3,6% di kuartal I.

“Kontraksi yang menyempit ini menunjukkan tekanan laba kemungkinan sudah mencapai titik terendah di kuartal I,” kata Edward dalam laporan terpisah, Selasa (3/6/2025).

Sucor Sekuritas mempertahankan proyeksi laba bersih BRI di Rp56,7 triliun untuk tahun 2025, mencerminkan penurunan 5,7% YoY. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya CoC dan tekanan berkelanjutan terhadap NIM.

Untuk BBNI, kinerja per April 2025 dinilai masih di bawah ekspektasi yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan sekitar 6%. Kenaikan CoC menjadi 0,9% per April, mendekati panduan tahunan bank sebesar 1,0%, menjadi salah satu faktor yang menekan kinerja.

Likuiditas Masih Ketat

Edward menambahkan, tekanan likuiditas yang terus berlanjut diperkirakan akan membatasi pertumbuhan kredit dan NIM BBNI sepanjang tahun ini. Akibatnya, pertumbuhan laba bersih diproyeksikan hanya naik moderat, sekitar 6,1% YoY menjadi Rp22,8 triliun, dengan asumsi pertumbuhan kredit 9%, NIM stabil, dan CoC 1,2%.

Meski begitu, rebound diperkirakan terjadi pada 2026, seiring membaiknya kondisi likuiditas. Laba bersih BBNI pada tahun depan diproyeksikan naik 13% YoY menjadi Rp25,8 triliun, didorong ekspansi kredit dan perbaikan margin.

Dari sisi lain, analis Ciptadana Sekuritas Asia, Erni Marsella Siahaan, juga menyoroti kondisi likuiditas perbankan besar hingga April 2025. Ia menyatakan bahwa kondisi likuiditas bank jumbo, termasuk BBCA, menunjukkan tren pemulihan, berbeda dengan bank-bank menengah yang LDR-nya masih meningkat.

“Kombinasi antara pertumbuhan kredit yang melambat dan pertumbuhan simpanan yang kuat pada empat bank besar telah meringankan tekanan pada rasio LDR,” jelas Erni.

Share This Article