JP Morgan tetap menunjukkan sikap optimistis terhadap prospek saham PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) dan anak usahanya PT Map Aktif Adiperkasa Tbk. (MAPA), meskipun performa keduanya masih tertinggal dari laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam riset terbarunya yang dirilis Minggu (11/5/2025), analis JP Morgan yang dipimpin oleh Benny Kurniawan menyampaikan bahwa saham MAPI dan MAPA masing-masing terkoreksi -9% dan -26% dalam enam bulan terakhir, di bawah kinerja indeks pasar yang lebih luas.
Per Jumat (16/5/2025), harga saham MAPI naik 2,29% ke posisi Rp1.340. Namun secara year-to-date (YtD), sahamnya masih turun 1,47% dan anjlok 7,59% dalam enam bulan terakhir. Sementara itu, saham MAPA melemah 2,63% ke level Rp740, dengan penurunan YtD mencapai 29,86% dan terkoreksi 27,45% dalam setengah tahun terakhir.
Padahal, secara fundamental, kinerja keuangan kedua emiten ritel ini mencatatkan hasil positif pada kuartal I/2025. MAPI membukukan laba bersih sebesar Rp567 miliar, naik 13,1% secara tahunan (year-on-year/YoY), didorong oleh pertumbuhan pendapatan bersih 5,8% YoY menjadi Rp9,3 triliun. Laba usaha MAPI naik 7,8% menjadi Rp769 miliar, sementara EBITDA tumbuh menjadi Rp1,5 triliun.
MAPA pun menunjukkan performa serupa. Pendapatan bersihnya naik 17% YoY menjadi Rp4,3 triliun dengan laba kotor tumbuh 15,4% menjadi Rp2 triliun. Laba usaha meningkat 15,5% menjadi Rp468 miliar dan laba bersih naik 19,5% menjadi Rp339 miliar. EBITDA tercatat sebesar Rp798 miliar.
Tekanan Nilai Tukar dan Siklus Ekspansi Jadi Beban
JP Morgan mengidentifikasi beberapa faktor yang membebani saham MAPI dan MAPA. Salah satunya adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, mengingat lebih dari 80% produk yang dijual keduanya berasal dari impor.
“Depresiasi rupiah secara historis menekan permintaan, dan ini tercermin dari tekanan pada saham,” tulis Benny dan tim dalam risetnya.
Selain itu, JP Morgan menyebut kedua perusahaan sedang berada di fase normalisasi setelah menjalani ekspansi agresif pada periode 2021–2024. Siklus ini, menurut JP Morgan, telah terlihat dalam sejarah bisnis mereka selama 15 tahun terakhir, di mana ekspansi biasanya diikuti oleh penyesuaian permintaan dan tekanan margin akibat diskon besar-besaran.
Sejak akhir September 2024, saham MAPI dan MAPA sudah terkoreksi masing-masing sebesar 28% dan 33%, jauh lebih dalam dibanding IHSG yang hanya turun 9%. Hal ini, menurut JP Morgan, menciptakan peluang menarik bagi investor.
Saatnya Akumulasi Saham MAPA & MAPI?
JP Morgan mempertahankan pandangan positif terhadap MAPI dan MAPA dan menyarankan investor untuk mulai melakukan akumulasi sebelum potensi pemulihan yang diperkirakan terjadi pada semester II/2025.
Analis memperkirakan ekspansi toko akan lebih terkendali pada paruh kedua tahun ini, sehingga memungkinkan peningkatan produktivitas ruang ritel yang sudah ada. Sementara itu, pertumbuhan penjualan toko sejenis (same store sales growth/SSSG) diprediksi stagnan di kuartal II/2025, namun akan membaik pada kuartal III dan IV. Rata-rata SSSG diperkirakan 2% untuk MAPA dan 1% untuk MAPI sepanjang tahun ini.
Menariknya, JP Morgan menyatakan preferensinya pada saham MAPA dibanding MAPI dalam jangka panjang. “MAPA memiliki prospek pertumbuhan laba yang lebih baik, dengan estimasi CAGR tiga tahun sebesar 17%, dibanding 13% untuk MAPI,” jelas JP Morgan.
Namun, untuk jangka pendek, MAPI dinilai berpotensi memberikan imbal hasil menarik karena penyempitan kerugian pada segmen makanan & minuman (F&B) serta prospek penjualan Digimap yang diprediksi meningkat pada semester II/2025 berkat peluncuran iPhone 16.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.