Pasar Saham AS Tertekan, Sektor ini Menjadi Pilihan Investor

4 Min Read

Setelah jeda panjang akibat libur Paskah, pasar saham Amerika Serikat kembali beroperasi dan langsung menunjukkan sinyal negatif pada sesi prapembukaan yang dimulai pukul 16.00 WIB. Penurunan melanda mayoritas sektor, menandai efek berantai dari ketegangan perdagangan yang semakin panas antara AS dan Tiongkok. Pemberlakuan tarif baru sebesar 245% oleh Presiden Donald Trump terhadap produk asal China memperburuk situasi, ditambah lagi dengan konflik internal antara Trump dan Ketua The Fed, Jerome Powell.

Kombinasi ketidakpastian global dan dinamika politik domestik membuat pelaku pasar mengambil langkah defensif. Arus keluar dana dari sektor-sektor utama seperti teknologi, finansial, dan kesehatan menunjukkan minimnya kepercayaan investor dalam jangka pendek. Namun, di tengah gejolak tersebut, sektor logam mulia khususnya emas justru bersinar terang.

Saham-saham perusahaan tambang emas seperti Harmony Gold, Kinross Gold, Barrick Gold, hingga Gold Fields Limited menunjukkan performa positif, bahkan HMY tercatat melonjak lebih dari 11%. Ini mencerminkan pergeseran strategi investor yang mulai mengamankan dana mereka ke aset yang dianggap lebih tahan terhadap guncangan ekonomi.

Fenomena ini selaras dengan tren kenaikan harga emas dunia yang mengalami apresiasi terhadap berbagai mata uang utama, termasuk dolar AS, euro, yen Jepang, bahkan rupiah. Sejak awal 2025, harga emas telah naik hingga 37%, menjadikannya pilihan menarik di tengah pelemahan nilai tukar dolar dan kondisi geopolitik yang tidak menentu.

Daya tarik emas juga tercermin dari langkah Jerman yang berencana menarik kembali sepertiga dari cadangan emas nasionalnya, setara 1.200 ton atau senilai sekitar 100 miliar euro, dari penyimpanan di Federal Reserve New York.

Menariknya, beberapa emiten asal China yang terdaftar di bursa AS justru menunjukkan ketahanan yang mengejutkan. Saham perusahaan seperti Alibaba, JD.com, Tencent Music, YumChina, dan lainnya mengalami kenaikan harga, yang mengisyaratkan keyakinan investor terhadap kestabilan ekonomi dan pendekatan negosiasi pemerintah Tiongkok dalam menyikapi tekanan dari Washington.

Sementara itu, Trump mendesak The Fed untuk memangkas suku bunga guna meredam dampak perang dagang, namun Powell menolak karena tidak ada urgensi kebijakan moneter dalam kondisi saat ini. Kabar yang beredar soal niat Trump untuk memberhentikan Powell pun menciptakan keresahan tambahan di pasar, meskipun secara hukum hal itu di luar kewenangan presiden.

Sebagai respons atas ketidakpastian ini, banyak investor mulai melirik instrumen alternatif seperti mata uang kripto. Bitcoin, dalam tiga hari terakhir, mengalami penguatan 4% dan menembus angka 88.000 USD. Kenaikan ini cukup signifikan, mengingat sebelumnya BTC berada dalam tren lesu sejak awal tahun.

Tak hanya Bitcoin, kripto lain seperti Ethereum, Binance Coin, Solana, dan Avalanche juga mencatatkan penguatan. Ini menunjukkan bahwa aset digital mulai dianggap sebagai tempat aman baru, apalagi dengan sifatnya yang terdesentralisasi dan tidak terikat oleh kebijakan pemerintah atau lembaga keuangan tertentu.

Di tengah krisis dan ketidakpastian ekonomi seperti sekarang, investor dituntut untuk bijak mengatur ulang portofolio mereka. Momentum ini bisa menjadi peluang emas untuk membeli aset bernilai dengan harga rendah, demi potensi keuntungan yang lebih besar di masa depan.

Share This Article