Pasar Saham Indonesia di Kuartal III: Siaga Hadapi Tekanan Global

6 Min Read

Memasuki periode Juli hingga September 2025, pasar modal Indonesia menghadapi momentum penting yang dipenuhi harapan sekaligus tantangan. Setelah semester pertama yang dihiasi volatilitas, kini para pelaku pasar menatap kuartal ketiga dengan fokus pada kekuatan ekonomi domestik dan gejolak global yang sulit diprediksi.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam prospek IHSG ke depan, mempertimbangkan penggerak internal yang solid dan dinamika eksternal yang berpotensi mengguncang, serta sektor-sektor yang diperkirakan akan mencuri perhatian.

- Advertisement -

Fondasi Ekonomi Nasional: Penyangga di Tengah Ketidakpastian

Indonesia terus menunjukkan daya tahan ekonomi yang kuat. Di awal 2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,11% secara tahunan, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Lonjakan konsumsi rumah tangga dan peningkatan investasi sebesar 15,9% menjadi motor utama pertumbuhan tersebut.

Deputi BPS menyebut capaian ini sebagai bukti kokohnya struktur ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Proyeksi dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menunjukkan optimisme dengan target pertumbuhan tahun ini di rentang 4,8% hingga 5,2%.

Inflasi Terkendali, Konsumsi Tetap Kuat
Tingkat inflasi yang terjaga—2,84% yoy per Mei 2025—menjadi katalis positif lainnya. Stabilitas harga menjaga daya beli masyarakat dan memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter jika diperlukan. Hal ini memberi angin segar bagi sektor konsumsi, tulang punggung PDB nasional.

- Advertisement -

APBN Surplus, Pemerintah Punya Ruang Manuver
Kementerian Keuangan mencatatkan surplus APBN sebesar Rp15,3 triliun hingga April 2025. Menteri Keuangan menegaskan bahwa kondisi fiskal yang sehat membuka peluang bagi pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi dan merangsang pertumbuhan jika tekanan eksternal meningkat.

Ini menjadi salah satu alasan mengapa investor masih melihat Indonesia sebagai pasar yang menjanjikan.

Musim Rilis Laporan Keuangan Q2: Momen Kunci
Juli hingga Agustus akan menjadi masa penting ketika perusahaan-perusahaan publik melaporkan kinerja keuangan kuartal II.

Ini akan menjadi indikator seberapa tangguh emiten menghadapi tantangan semester pertama. Beberapa analis memprediksi bahwa tren makro yang positif akan tercermin dalam kinerja emiten besar, khususnya sektor perbankan dan konsumsi.

Tantangan Eksternal: Risiko yang Tak Bisa Diabaikan

Meski kondisi domestik kokoh, Indonesia tidak imun terhadap tekanan global.

Suku Bunga AS yang Tinggi Lebih Lama dari Perkiraan
Kebijakan Federal Reserve yang tetap hawkish dengan skenario “higher for longer” (suku bunga tinggi dalam waktu lama) menimbulkan kekhawatiran tersendiri.

Prediksi Goldman Sachs menyebutkan bahwa suku bunga bisa tetap tinggi hingga awal 2026, apalagi jika inflasi AS tak kunjung turun. Ini dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar Rupiah dan meningkatkan potensi arus keluar dana asing.

Harga Komoditas dan Ketegangan Geopolitik
Pergerakan harga komoditas global, khususnya energi dan logam, masih fluktuatif. World Bank mencatat bahwa harga minyak mengalami gejolak karena ketidakpastian pasokan dan permintaan.

Di saat yang sama, ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah, serta gesekan dagang antara AS dan Tiongkok, bisa memperkeruh sentimen investasi global.

Sektor-Sektor Berpotensi Menjadi Andalan di Q

Di tengah situasi global yang tidak menentu, pemilihan sektor dan emiten menjadi krusial.

1. Perbankan:
Sebagai penyokong utama IHSG, sektor ini tetap menjanjikan. Pertumbuhan kredit yang stabil dan NIM yang terjaga menjadi katalis utama performa bank di tengah tingkat suku bunga yang tinggi.

2. Konsumsi dan Ritel:
Dengan inflasi terkendali dan daya beli masyarakat tetap kuat, sektor ini memiliki potensi untuk tumbuh. Emiten di kategori consumer staples dan discretionary dengan strategi yang inovatif bisa menjadi pemain unggulan.

3. Hilirisasi Industri:
Fokus pemerintah pada hilirisasi tambang seperti nikel dan tembaga menarik perhatian investor. Proyek pengolahan yang mendukung ekosistem baterai kendaraan listrik juga menunjukkan potensi besar ke depan.

4. Energi Terbarukan:
Investasi di sektor energi hijau terus meningkat, terutama melalui skema pendanaan seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$20 miliar. Emiten yang terlibat dalam proyek energi bersih semakin menarik perhatian investor jangka panjang.

5. Infrastruktur & Ibu Kota Baru:
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek infrastruktur lainnya menjadi katalis penting bagi sektor konstruksi, properti, dan semen. Kepala Otorita IKN menegaskan bahwa pembangunan ini bukan hanya proyek jangka pendek, tetapi juga instrumen investasi masa depan.

Pemerintah sebagai Pengendali Stabilitas Ekonomi

Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi faktor kunci menjaga kestabilan pasar. Pemerintah menunjukkan komitmen untuk mempertahankan disiplin anggaran dan menarik investasi asing melalui reformasi regulasi serta pemberian insentif.

Fokus pada transisi energi dan hilirisasi menegaskan arah kebijakan jangka panjang yang ramah investor.

Kesimpulan: Pasar Modal Siap, Namun Tetap Waspada

Kuartal ketiga 2025 diproyeksikan menjadi fase penting bagi pasar modal Indonesia. Fundamental domestik yang kuat—meliputi pertumbuhan ekonomi yang solid, inflasi terkendali, dan posisi fiskal yang sehat—menjadi pondasi utama.

Namun, ketidakpastian global, terutama terkait kebijakan The Fed, harga komoditas, dan isu geopolitik, tetap harus diwaspadai.

Bagi investor, strategi pemilihan saham yang selektif dengan fokus pada emiten berkinerja baik dan sektor-sektor yang selaras dengan kebijakan pemerintah akan menjadi pendekatan yang paling relevan.

Kinerja keuangan kuartal kedua akan menjadi kompas dalam menentukan arah investasi selama kuartal berikutnya.

Dengan kehati-hatian dan kesiapan, pasar modal Indonesia memiliki modal untuk tetap tumbuh di tengah tantangan global yang terus bergulir.

Share This Article