Penurunan volume penjualan semen pada kuartal I/2025 menjadi tantangan tersendiri bagi emiten seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) dan PT Semen Indonesia Tbk. (SMGR). Meski demikian, keduanya diperkirakan masih memiliki bekal kuat untuk memanfaatkan momentum pemulihan penjualan pada April 2025.
Riset terbaru dari Maybank Sekuritas Indonesia mengungkapkan bahwa penjualan semen pada Maret 2025 mengalami penurunan tajam sebesar 18,4% secara bulanan (month-to-month/MtM) dan 22,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Akibatnya, total volume penjualan semen selama kuartal pertama 2025 turun sebesar 7,8% YoY.
Penurunan tersebut tercatat pada kedua segmen, baik semen kantong maupun semen curah. Penjualan semen kantong tercatat turun 21,1% YoY, sementara semen curah terkontraksi lebih dalam sebesar 24,6% YoY. Menurut analis Maybank Sekuritas Kevin Halim dan Jeffrosenberg Chenlim, pelemahan ini merupakan dampak musiman dari libur Idulfitri, yang menyebabkan berkurangnya aktivitas konstruksi serta distribusi logistik.
“Kondisi serupa juga terjadi pada 2023, saat volume penjualan turun tajam di April namun pulih signifikan pada Mei,” ujar keduanya. Dengan pola tersebut, mereka optimistis penjualan akan rebound pada April 2025 dan membantu pemulihan kinerja industri semen sepanjang tahun.
Namun, Maybank Sekuritas tetap berhati-hati dan mempertahankan rekomendasi netral untuk sektor ini, mengingat ketatnya persaingan harga. Sejumlah produsen melakukan penyesuaian harga sejak paruh kedua 2024 sebesar 3%–8% untuk berbagai merek premium. Meski pemain besar mempertahankan harga, diskon di tingkat distributor masih agresif.
Sementara itu, pemain lapis kedua seperti Conch dan Merah Putih telah menurunkan harga Rp1.000–Rp4.000 per sak (sekitar 2%–6% year-to-date). Penurunan juga terjadi pada merek lapis ketiga seperti Garuda, SCG, dan Bima, sebesar Rp1.000–Rp3.000, serta pada merek-merek lama seperti Merdeka dan Rajawali.
Maybank tetap menjadikan INTP sebagai emiten semen unggulan berkat kekuatan dalam efisiensi biaya dan pangsa pasar yang solid. Indocement bahkan berhasil merebut kembali pangsa pasar pada Maret 2025 setelah sempat melemah di Februari. Kenaikan terjadi di segmen semen kantong dan curah, dengan pangsa pasar INTP naik 2,1 poin MtM menjadi 30,7%, serta naik 0,6 poin YoY menjadi 30,1% berkat ekspansi di luar Jawa.
Sejalan dengan itu, manajemen INTP menyebutkan bahwa sejumlah inisiatif pemerintah seperti program tiga juta rumah dan stimulus ekonomi akan menjadi katalis positif bagi permintaan semen. Peningkatan daya beli masyarakat juga diperkirakan mendorong konsumsi semen ritel, terutama untuk kebutuhan renovasi rumah.
INTP juga tetap optimistis terhadap permintaan dari proyek-proyek infrastruktur yang berjalan, termasuk LRT, MRT, jalan tol Harbour Road, serta pembangunan sekolah. Diskon PPN properti pun masih menjadi faktor pendukung. Meski awal tahun dibayangi cuaca buruk dan bulan puasa, pertumbuhan permintaan tetap diproyeksikan di kisaran 1%–2% sepanjang 2025. Untuk menjaga margin, perusahaan mengedepankan efisiensi operasional, penggunaan bahan bakar dan baku alternatif, terutama di pabrik Grobogan dan Maros.
Sementara itu, untuk SMGR, Maybank Sekuritas mempertahankan rekomendasi hold karena adanya kekhawatiran terhadap ekspansi bisnis hilir perseroan. Namun, SMGR tetap memiliki peluang positif jika program tiga juta rumah benar-benar direalisasikan.
“Jika proyek tersebut terealisasi di Jakarta, SMGR diprediksi akan menjadi pihak yang paling diuntungkan mengingat statusnya sebagai BUMN dan kemampuan operasional yang besar,” tulis analis.
Meski sempat mencatat lonjakan biaya operasional dan administrasi hingga 76% YoY pada kuartal IV/2024, JP Morgan masih memberikan rating overweight pada SMGR. Lembaga tersebut memperkirakan 2024 menjadi titik terendah dalam siklus pendapatan, dengan proyeksi pertumbuhan laba hingga 31% pada 2025. Peningkatan ini ditopang oleh membaiknya daya beli dan meredanya tekanan biaya produksi.