Kenaikan harga emas dunia memberikan dampak signifikan terhadap pasar domestik, khususnya pada permintaan perhiasan emas di Indonesia. Berdasarkan laporan Gold Demand Trends Q1 2025 dari World Gold Council (WGC), konsumsi perhiasan emas di Tanah Air merosot tajam selama kuartal I/2025.
Permintaan perhiasan emas hanya tercatat sebesar 4,1 ton, turun drastis 45% dibandingkan kuartal IV/2024 yang sebesar 7,7 ton. Bahkan secara tahunan (year-on-year), permintaan juga anjlok 25% dari posisi 5,5 ton pada kuartal I/2024.
Penurunan ini menjadikan kuartal I/2025 sebagai periode dengan konsumsi perhiasan emas terendah dalam lima tahun terakhir. Terakhir kali angka serendah ini tercatat adalah pada kuartal II/2020, saat pandemi Covid-19 pertama kali melanda Indonesia dan memukul daya beli masyarakat.
Harga Emas Tinggi, Konsumen Beralih ke Produk Terjangkau
World Gold Council menjelaskan bahwa lonjakan harga emas global menjadi penyebab utama melemahnya minat konsumen terhadap perhiasan. Respons terhadap harga tinggi ini mulai terlihat dari langkah pelaku industri perhiasan.
“Di Indonesia misalnya, produsen telah memenuhi preferensi yang berkembang untuk barang-barang yang lebih terjangkau dengan mengalihkan kapasitas produksi ke perhiasan dengan kadar karat yang lebih rendah,” tulis WGC dalam laporannya.
Langkah ini diambil untuk menyesuaikan dengan daya beli konsumen yang cenderung menurun akibat mahalnya harga emas murni.
Emas Batangan Tetap Jadi Primadona
Berbanding terbalik dengan perhiasan, permintaan emas batangan atau logam mulia sebagai instrumen investasi justru menunjukkan peningkatan. Ketidakpastian ekonomi global dan volatilitas pasar keuangan mendorong masyarakat memilih aset yang dinilai aman dan stabil nilainya.
Selain itu, perubahan klasifikasi emas menjadi High-Quality Liquid Asset (HQLA) oleh sejumlah negara juga turut mendorong permintaan emas batangan sebagai bagian dari strategi diversifikasi investasi.