Petronas bersiap melakukan efisiensi besar-besaran dengan memangkas sekitar 10% dari total tenaga kerjanya, menyusul tekanan berat akibat anjloknya harga minyak global.
Perusahaan minyak dan gas milik negara Malaysia, Petroliam Nasional Bhd (Petronas), mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 10% dari total karyawannya, atau setara dengan 5.000 orang. Langkah ini merupakan bagian dari upaya restrukturisasi menyeluruh demi menjaga keberlanjutan bisnis di tengah penurunan harga minyak mentah dunia.
CEO Petronas, Tengku Muhammad Taufik, mengatakan bahwa keputusan sulit ini diambil untuk memastikan kelangsungan hidup perusahaan dalam beberapa dekade ke depan.
“Jika kami tidak melakukannya sekarang, maka mungkin tidak akan ada Petronas lagi dalam 10 tahun ke depan,” ujar Taufik, dikutip Reuters, Sabtu (7/6/2025).
Petronas, yang saat ini mempekerjakan hampir 50.000 orang, telah mulai mempertimbangkan langkah perampingan ini sejak awal 2025. Namun, baru kali ini perusahaan mengumumkan jumlah pasti pegawai yang akan terdampak kebijakan tersebut.
Dalam sesi briefing dengan sejumlah editor, Taufik juga menegaskan bahwa langkah efisiensi ini murni didasari oleh tekanan operasional dan bukan merupakan hasil kesepakatan dengan Pemerintah Negara Bagian Sarawak terkait distribusi gas lokal.
“Perampingan ini bukan akibat dari negosiasi kami dengan Sarawak, tetapi bagian dari transformasi untuk memastikan Petronas tetap mampu mendukung pembangunan nasional,” ungkapnya.
Rumor Divestasi Bisnis Kanada Dibantah
Sementara itu, muncul spekulasi bahwa Petronas tengah mempertimbangkan untuk melepas anak usahanya di Kanada, yang sebelumnya dikenal sebagai Progress Energy Resources Corp. Namun, CEO Petronas membantah kabar tersebut.
“Kanada adalah pasar penting bagi ambisi kami di sektor liquefied natural gas (LNG). Kami tidak berniat keluar dari sana,” tegas Taufik.
Tekanan Margin dan Produksi Migas Menurun
Petronas menghadapi tantangan berat akibat penurunan harga minyak dan gas, serta pengetatan margin keuntungan. Taufik menyebutkan bahwa margin yang sebelumnya di atas 20% kini diperkirakan akan turun ke level satu digit rendah dalam beberapa tahun mendatang.
Di sisi lain, Pemerintah Malaysia memperkirakan produksi minyak mentah dan gas alam akan lebih rendah sepanjang 2025. Hal ini disebabkan oleh penutupan beberapa fasilitas produksi untuk pemeliharaan serta melemahnya permintaan dari pasar ekspor.
Taufik juga menyoroti perubahan dalam struktur kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) yang diperkirakan akan mengurangi porsi pendapatan yang bisa dinikmati Petronas.
“Industri migas menghadapi tantangan teknis yang lebih besar dan margin yang semakin tipis. Ini membuat kami harus lebih adaptif dan efisien agar tetap relevan,” tutupnya.