Nilai tukar rupiah diprediksi bergerak fluktuatif dengan kecenderungan menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (23/5/2025). Mengacu pada data Bloomberg, rupiah ditutup menguat sebesar 0,43% atau 71 poin ke level Rp16.327,5 per dolar AS pada perdagangan kemarin.
Di saat yang sama, indeks dolar AS tercatat naik tipis 0,04% ke posisi 99,59. Adapun sejumlah mata uang Asia turut mencatatkan penguatan, di antaranya yen Jepang yang naik 0,44%, dolar Hong Kong 0,06%, dolar Taiwan 0,48%, peso Filipina 0,08%, dan ringgit Malaysia 0,26%.
Namun, tidak semua mata uang Asia menguat. Dolar Singapura turun 0,04%, won Korea Selatan terkoreksi 0,63%, rupee India melemah 0,36%, yuan China turun 0,05%, dan baht Thailand melemah 0,11%.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak dalam rentang Rp16.240—Rp16.330 per dolar AS pada hari ini. Ia menilai rupiah berpotensi ditutup menguat di tengah tekanan global yang kompleks.
Menurut Ibrahim, tekanan terhadap dolar AS dipicu oleh kekhawatiran pasar atas penumpukan utang Pemerintah Amerika Serikat. Selain itu, perhatian pelaku pasar juga tertuju pada rencana pemungutan suara terhadap rancangan undang-undang pemotongan pajak AS. Jika disahkan, kebijakan ini dikhawatirkan memperlebar defisit fiskal akibat peningkatan belanja negara.
Tak hanya itu, pemangkasan peringkat kredit AS oleh lembaga pemeringkat Moody’s turut menjadi sorotan. Moody’s resmi menurunkan rating utang AS dari Aaa menjadi Aa1 pada akhir pekan lalu (16/5/2025) karena tingginya beban utang dan biaya bunga yang jauh di atas rata-rata negara dengan peringkat serupa.
Kondisi geopolitik global pun belum stabil. Gagalnya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina mendorong Ukraina untuk kembali meminta Uni Eropa memperketat sanksi terhadap Moskow.
Sementara dari dalam negeri, sentimen positif datang dari laporan Bank Indonesia (BI) terkait penurunan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Pada kuartal I/2025, CAD tercatat sebesar US$0,2 miliar atau hanya 0,1% dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih kecil dibandingkan kuartal IV/2024 yang mencapai US$1,1 miliar (0,3% dari PDB), dan kuartal III/2024 sebesar US$2 miliar.
BI mencatat, penurunan defisit tersebut ditopang oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang, terutama dari sektor nonmigas, yang memberikan dorongan positif terhadap ketahanan eksternal Indonesia.