Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan pada pekan kedua Juni 2025. Namun, menariknya, arus modal asing justru menunjukkan tren positif dengan masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang dirilis Jumat (13/6/2025), rupiah ditutup di level Rp16.230 per dolar AS pada Kamis (12/6/2025) dan kembali melemah ke posisi Rp16.260 pada Jumat (13/6/2025).
Meski nilai tukar rupiah tertekan, minat investor asing terhadap SBN meningkat. Direktur Eksekutif BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa pada periode 10–12 Juni 2025, terjadi pembelian bersih oleh asing di pasar SBN senilai Rp5,08 triliun. Selain itu, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun tercatat turun ke level 6,68%, mencerminkan permintaan yang menguat.
Dari sisi risiko investasi, credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun per 12 Juni 2025 juga tercatat turun ke 73,47 basis poin (bps) dari sebelumnya 75,92 bps pada 6 Juni 2025, mengindikasikan persepsi risiko yang membaik terhadap aset Indonesia.
Dolar Melemah, Aset Risiko Menguat
Faktor eksternal turut mendukung kondisi ini. Indeks dolar AS (DXY) melemah ke 97,92, sementara yield US Treasury Note 10 tahun turun ke 4,359%. Penurunan tersebut memberi ruang bagi penguatan aset-aset berisiko, termasuk di pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Sepanjang tahun berjalan hingga 12 Juni 2025, aliran dana asing menunjukkan dinamika yang cukup kontras. Investor asing tercatat melakukan:
- Pembelian bersih di pasar SBN sebesar Rp53,91 triliun
- Penjualan bersih di pasar saham senilai Rp47,54 triliun
- Penempatan bersih di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp21,82 triliun
BI menegaskan akan terus menjaga stabilitas eksternal melalui koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan bauran kebijakan makro untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tutup Ramdan.