Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka melemah tipis pada perdagangan Rabu pagi (4/6/2025). Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.06 WIB, rupiah terkoreksi 0,02% ke posisi Rp16.312 per dolar AS.
Pelemahan rupiah terjadi seiring pergerakan beragam mata uang Asia lainnya. Di sisi lain, indeks dolar AS justru turun 0,12% ke level 98,10.
Sejumlah mata uang Asia dibuka menguat, seperti yen Jepang naik 0,15%, dolar Singapura naik 0,08%, dolar Taiwan naik 0,01%, won Korea menguat 0,42%, yuan China naik 0,07%, ringgit Malaysia naik 0,14%, dan baht Thailand naik 0,37%. Sementara itu, dolar Hong Kong tercatat stagnan. Adapun peso Filipina melemah 0,08% dan rupee India turun lebih dalam sebesar 0,24%.
Menurut laporan Reuters, dolar AS menguat pada perdagangan Selasa waktu setempat, di tengah kekhawatiran pasar atas potensi kerusakan ekonomi akibat memanasnya tensi perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
“Kita mengalami penurunan besar pada dolar, dan hari ini dolar sedikit rebound… Saya tidak melihat ada berita besar yang menjadi katalis balik arah signifikan,” ujar Marc Chandler, Chief Market Strategist di Bannockburn Global Forex LLC.
Meski pasar saham dunia sudah mulai pulih dari tekanan jual yang terjadi awal April lalu akibat ancaman tarif impor, namun dolar AS masih berada di bawah tekanan. Pemerintah AS akan mulai memberlakukan kenaikan tarif impor baja dan aluminium menjadi dua kali lipat—50%—terhitung Rabu ini. Kenaikan tarif tersebut bertepatan dengan tenggat waktu yang diberikan Washington kepada negara mitra dagang untuk mengajukan penawaran terbaik mereka dalam perundingan.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengungkapkan bahwa Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan besar akan melakukan pembicaraan via telepon dalam waktu dekat guna meredakan ketegangan.
Namun demikian, pada awal pekan ini, Kementerian Perdagangan China secara tegas menolak tuduhan Amerika Serikat yang menyatakan Beijing telah melanggar kesepakatan dagang.
“Situasi perdagangan global masih sangat menentukan arah pasar. Beberapa laporan menunjukkan bahwa China mulai memanfaatkan kekuatannya dalam rantai pasok chip dan rare earth untuk menekan posisi AS,” ujar Francesco Pesole, ahli strategi dari ING.