Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis pada perdagangan Rabu (11/6/2025), berada di level Rp16.260 per dolar AS atau naik 15 poin dibandingkan hari sebelumnya.
Mengacu pada data Bloomberg, rupiah tercatat menguat sebesar 0,09% di tengah pergerakan yang beragam dari mata uang regional Asia. Dolar AS sendiri cenderung melemah tipis 0,01% ke posisi 99,03. Di sisi lain, won Korea Selatan tercatat turun 0,47%, sementara yuan China dan ringgit Malaysia masing-masing menguat 0,02% dan 0,04%.
Menurut analis mata uang, Ibrahim Assuaibi, penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik.
Secara eksternal, pasar mencermati perkembangan terbaru mengenai tarif impor era Trump yang tetap diberlakukan setelah proses banding di pengadilan. Meski ada harapan mengenai kemajuan perundingan dagang antara AS dan China, kurangnya rincian dari pejabat terkait membuat pelaku pasar tetap berhati-hati. “Meskipun para pejabat memberikan sedikit rincian aktual tentang perjanjian tersebut,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada data inflasi harga konsumen Amerika Serikat. Data ini diperkirakan menunjukkan adanya penguatan inflasi pada Mei 2025, dan menjadi acuan penting dalam menilai arah kebijakan ekonomi Negeri Paman Sam.
Dari dalam negeri, perbedaan metodologi dalam menentukan garis kemiskinan antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) turut menjadi sorotan. BPS menggunakan pendekatan cost of basic needs dan mencatat angka kemiskinan nasional per September 2024 sebesar 8,57% atau sekitar 24 juta jiwa. Sementara itu, Bank Dunia, dengan pendekatan purchasing power parity (PPP) sebesar US$6,85 per kapita per hari (mengacu pada PPP 2017), menyebutkan bahwa sekitar 60,3% penduduk Indonesia tergolong berada di bawah standar kemiskinan menengah atas.
Perbedaan ini menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi investor dalam melihat stabilitas ekonomi domestik, terutama di tengah ketidakpastian global.