Rupiah Menguat Tipis ke Rp16.294, Pasar Nantikan Data Tenaga Kerja AS dan Sinyal dari Trump-Xi

3 Min Read

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (4/6/2025), di tengah pelemahan indeks dolar dan meningkatnya spekulasi geopolitik serta ekonomi global. Mengacu data Bloomberg, rupiah terapresiasi 14,20 poin atau 0,09% ke level Rp16.294,5 per dolar AS.

Di sisi lain, indeks dolar AS tercatat melemah 0,07% ke posisi 99,15. Sementara itu, mata uang utama Asia ditutup bervariasi. Yen Jepang naik tipis 0,01%, won Korea Selatan menguat signifikan sebesar 0,82%, sedangkan baht Thailand dan ringgit Malaysia justru melemah masing-masing 0,11% dan 0,12%.

- Advertisement -

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa pelaku pasar global tengah mencermati kemungkinan dampak ekonomi dari kebijakan proteksionis yang diusung kembali oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Trump diketahui berencana menggandakan tarif impor baja dan aluminium, yang berpotensi memicu ketegangan dagang baru.

Di saat yang sama, investor menanti rilis data ketenagakerjaan AS atau non-farm payrolls pada Jumat mendatang, yang akan menjadi indikator penting bagi arah kebijakan ekonomi dan suku bunga The Fed selanjutnya.

Lebih lanjut, beredar kabar bahwa Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping kemungkinan akan melakukan panggilan telepon dalam pekan ini. Meskipun belum ada jadwal resmi, sinyal tersebut membangkitkan harapan akan adanya peningkatan dialog dagang antara AS dan Tiongkok, menyusul pengakuan dari pejabat AS bahwa negosiasi sempat mandek dalam beberapa pekan terakhir.

- Advertisement -

Dari sisi kebijakan moneter, beberapa pejabat Federal Reserve kembali menegaskan bahwa suku bunga acuan kemungkinan besar masih akan dipertahankan dalam waktu dekat, mengingat tekanan inflasi yang masih dianggap terkendali.

Sementara dari dalam negeri, pasar dikejutkan oleh laporan OECD Economic Outlook Juni 2025 yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dari 4,9% menjadi 4,7%. Ini merupakan revisi kedua yang dilakukan tahun ini, setelah sebelumnya dipangkas dari 5,2%.

OECD menyoroti lemahnya sentimen bisnis dan konsumen akibat ketidakpastian kebijakan fiskal dan tingginya biaya pinjaman. Kondisi ini dinilai membebani konsumsi dan investasi swasta, terutama pada paruh pertama 2025. Meskipun demikian, inflasi masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia.

OECD juga memperingatkan potensi arus keluar modal akibat ketidakpastian kebijakan global dan domestik, yang bisa menekan nilai tukar rupiah, memperlebar defisit transaksi berjalan, dan meningkatkan inflasi dari sisi impor.

Melihat kondisi saat ini, Ibrahim memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan tetap fluktuatif namun berpotensi ditutup menguat pada Kamis (5/6/2025) di kisaran Rp16.250 hingga Rp16.300 per dolar AS.

Share This Article