Meskipun pasar saham Indonesia sedang mengalami tekanan dari keluarnya dana asing dalam jumlah besar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap menunjukkan performa yang kuat. Sejak awal tahun hingga Selasa (22 April 2025), total aksi jual bersih oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp50,11 triliun.
Bahkan dalam rentang 14 hingga 17 April saja, nilai penjualan bersih itu melonjak hingga Rp13,69 triliun—mencatat rekor tertinggi mingguan sepanjang tahun ini.
Namun alih-alih melemah, IHSG justru mencatatkan kenaikan signifikan. Selama sepekan terakhir, indeks berhasil naik 2,95% ke angka 6.438,27 dan kemudian melanjutkan kenaikan tipis sebesar 0,12% ke 6.445,97 pada perdagangan awal pekan.
Menurut Liza Camelia Suryanata, Kepala Riset di Kiwoom Sekuritas, kondisi ini mencerminkan kekuatan baru dari pelaku pasar domestik. “Ketika investor asing melepas kepemilikannya secara besar-besaran namun IHSG tetap menguat, ini menjadi sinyal bahwa investor lokal mulai menunjukkan perannya sebagai penopang pasar,” ujarnya, Rabu (23/4/2025).
Liza menyoroti bahwa proporsi kepemilikan investor lokal di pasar saham kini mencapai 59%, meningkat dari 51,35% pada akhir 2024. Ini menandakan pergeseran dominasi pasar ke tangan pelaku domestik. Walau demikian, ia mengingatkan bahwa investor asing masih berperan penting dalam menjaga likuiditas dan volatilitas harga. Oleh karena itu, keseimbangan antara modal dalam negeri dan luar negeri tetap menjadi kunci.
Ia juga menekankan perlunya kebijakan strategis untuk memperkuat basis investor lokal, mulai dari insentif pajak untuk dividen dan capital gain, penyesuaian biaya transaksi, hingga inovasi produk investasi. Namun di atas semuanya, Liza menyebut edukasi finansial yang merata sebagai fondasi utama agar partisipasi masyarakat bisa meluas dan bertahan lama.
Potensi Besar di Balik Struktur Demografis
Liza juga melihat bahwa struktur demografis Indonesia yang didominasi generasi muda menjadi aset penting bagi pengembangan pasar modal. Generasi ini relatif lebih akrab dengan teknologi dan investasi digital, sehingga membuka potensi peningkatan partisipasi. Meski demikian, tantangan seperti rendahnya literasi keuangan, ketergantungan pasar terhadap sektor tertentu, dan gejolak eksternal tetap perlu diwaspadai.
Sementara itu, dari sisi teknikal, analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyatakan bahwa IHSG mampu bangkit dari pola descending broadening wedge, yang dianggap sebagai sinyal pemulihan. Ia menilai bahwa intervensi pemerintah, seperti kebijakan trading halt serta dorongan dari OJK, turut mendorong penguatan ini.
Nafan juga menyebut bahwa acara dialog Presiden Prabowo dengan pelaku ekonomi memberikan dampak positif terhadap sentimen pasar. Ditambah lagi dengan aksi buyback saham oleh beberapa emiten, yang menunjukkan bahwa nilai saham saat ini berada di bawah nilai intrinsik perusahaan.
Kondisi tersebut diyakini memberi dorongan likuiditas, baik secara individual di level emiten maupun secara keseluruhan di IHSG. “Dengan kekuatan investor lokal yang terus tumbuh, ada peluang IHSG tetap mampu bertahan di zona hijau meskipun tekanan dari arus keluar asing masih berlangsung,” ujarnya.