Soal Garis Kemiskinan, Bank Dunia Akui Data BPS Paling Relevan untuk Indonesia

3 Min Read

Bank Dunia menyarankan agar Indonesia tetap menjadikan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai tolok ukur utama dalam merancang kebijakan perlindungan sosial serta program penanggulangan kemiskinan. Menurut lembaga keuangan global ini, data BPS merupakan yang paling relevan dan akurat untuk kebutuhan nasional.

Pernyataan tersebut muncul sebagai respons terhadap pembaruan garis kemiskinan global oleh Bank Dunia yang menyebabkan lonjakan jumlah warga miskin di Indonesia. Pasalnya, indikator kemiskinan versi Bank Dunia berbeda dari standar nasional yang digunakan oleh BPS.

- Advertisement -

“Dalam konteks kebijakan domestik Indonesia, statistik kemiskinan yang dirilis oleh BPS tetap menjadi referensi paling tepat,” tulis Bank Dunia dalam dokumen informatif bertajuk “The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia” yang diterbitkan pada Senin, 16 Juni 2025.

Revisi Standar Kemiskinan Global

Bank Dunia baru-baru ini menyesuaikan ambang batas kemiskinan internasional dengan menggunakan standar paritas daya beli (Purchasing Power Parities/PPP) tahun 2021, menggantikan versi sebelumnya yang menggunakan PPP 2017. Tujuan perubahan ini adalah untuk memberikan gambaran yang lebih mutakhir dan sebanding antarnegara mengenai tingkat kemiskinan global.

Dalam pembaruan tersebut, garis kemiskinan ekstrem ditetapkan sebesar US$ 3,00 per hari—atau kira-kira Rp 546.400 per bulan jika disesuaikan dengan biaya hidup di Indonesia. Sebagai perbandingan, ambang batas sebelumnya berada di angka US$ 2,15.

- Advertisement -

Selain itu, terdapat pula kategori garis kemiskinan lain:

  • Negara berpendapatan menengah bawah (LMIC): US$ 4,20 per hari (± Rp 765.000/bulan)
  • Negara berpendapatan menengah atas (UMIC): US$ 8,30 per hari (± Rp 1.512.000/bulan)

Dengan mengacu pada standar terbaru ini, Bank Dunia memperkirakan bahwa pada 2024 sekitar 5,4% penduduk Indonesia tergolong miskin ekstrem, 19,9% tergolong miskin menurut standar LMIC, dan 68,3% masuk kategori miskin dalam standar UMIC.

Setelah resmi diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah atas (UMIC) pada tahun 2023—karena pendapatan per kapita Indonesia menembus US$ 4.810—angka kemiskinan Indonesia pun melonjak.

Dengan populasi 285,1 juta jiwa, maka sekitar 194,72 juta penduduk Indonesia dianggap miskin menurut batas UMIC. Angka ini naik dari 171,91 juta jiwa jika memakai standar PPP 2017.

“Karena batas ambang yang lebih tinggi, hampir seluruh negara mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin secara global, termasuk Indonesia,” jelas Bank Dunia.

Mengapa Definisi Kemiskinan Bank Dunia Berbeda?

Bank Dunia menjelaskan bahwa perbedaan antara garis kemiskinan global dan nasional memang disengaja. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tujuan penggunaannya.

“Garis kemiskinan nasional ditetapkan berdasarkan kondisi dan kebutuhan masing-masing negara, sedangkan garis internasional dibuat untuk analisis perbandingan antarnegara dan pemantauan global,” tulis lembaga tersebut dalam lembar fakta.

Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan nasional Indonesia sangat berguna dalam kebijakan dan penyaluran bantuan domestik. Sementara itu, garis kemiskinan internasional membantu menempatkan Indonesia dalam konteks global, sejajar dengan negara-negara lain.

Bank Dunia menegaskan bahwa tidak ada satu pun definisi kemiskinan yang dapat mencakup seluruh kebutuhan analisis. Oleh karena itu, kedua pendekatan—nasional dan global—memiliki peran dan manfaat masing-masing tergantung pada konteksnya.

Share This Article