Pada awal April, kondisi pasar saham Amerika Serikat terlihat mengkhawatirkan. Presiden Donald Trump mewujudkan janji kampanyenya dengan menetapkan tarif tinggi terhadap sebagian besar mitra dagang AS. Akibatnya, indeks S&P 500 jatuh hingga 12% hanya dalam empat hari.
Kekhawatiran akan resesi pun mulai bermunculan. Kepercayaan konsumen yang sebelumnya menurun, semakin terpuruk. Banyak perusahaan mengalami kesulitan untuk menjelaskan proyeksi keuangan mereka kepada investor.
Namun secara mengejutkan, minggu ini indeks S&P 500 berhasil pulih dan naik 5,3%, bahkan kini menunjukkan performa positif untuk tahun 2025. Padahal belum lama ini, indeks tersebut sempat turun 15% sejak awal tahun.
Walaupun kenaikan ini memberikan angin segar, para analis memperingatkan bahwa ketegangan terkait tarif perdagangan masih jauh dari selesai, dan risiko penurunan kembali tetap ada. Kebangkitan ini sama tak terduganya seperti kejatuhannya. Inilah penjelasan mengenai perjalanan pasang surut pasar saham belakangan ini:
Puncak Ketegangan: Tarif Besar-Besaran
Pada 2 April, Trump menyampaikan pernyataan dari Rose Garden bahwa tarif yang diberlakukan akan lebih tinggi dari perkiraan, dan hampir semua mitra dagang terkena dampaknya—terutama China. Tarif atas produk China meningkat drastis hingga 145%, dan China membalas dengan menaikkan tarif barang-barang dari AS hingga 125%. Ketakutan melanda pasar, investor pun mulai menarik dana mereka dari saham AS.
Pengumuman “Jeda” Pertama
Satu minggu kemudian, pada 9 April, Trump mengumumkan melalui media sosial bahwa sebagian besar tarif akan ditangguhkan selama 90 hari, kecuali yang ditujukan kepada China. Langkah ini memicu lonjakan besar di pasar, dengan indeks S&P 500 naik hingga 9,5% dalam satu hari—salah satu performa harian terbaiknya sepanjang sejarah.
Dolar dan Obligasi Terseret Dampak
Meskipun Trump terlihat tidak terlalu memperhatikan penurunan saham, pasar obligasi dan nilai tukar dolar mulai menunjukkan gejala bahaya. Harga obligasi pemerintah AS turun tajam, menimbulkan kekhawatiran bahwa pasar tersebut mulai kehilangan reputasi sebagai tempat investasi paling aman. Nilai dolar AS pun ikut melemah, menunjukkan menurunnya kepercayaan global terhadap stabilitas ekonomi AS.
Berbeda dengan saham, pasar obligasi dan nilai tukar belum menunjukkan pemulihan signifikan. Sebagian analis melihat ini sebagai dampak dari ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga Federal Reserve, namun juga mencerminkan kehati-hatian investor global.
Data Ekonomi Masih Stabil
Walau sentimen publik menurun dalam lima bulan terakhir, data ekonomi utama seperti tingkat pengangguran menunjukkan sinyal positif. Pada April, tercatat sebanyak 177.000 lapangan kerja baru tercipta, sementara tingkat inflasi cenderung melambat.
Performa Perusahaan Menguatkan Pasar
Di tengah gejolak ekonomi, mayoritas perusahaan besar AS tetap mencatatkan laba yang lebih tinggi dari perkiraan analis untuk kuartal pertama. Kinerja laba perusahaan yang kuat ini menjadi pendorong utama kebangkitan pasar saham.
Sebanyak 75% perusahaan dalam indeks S&P 500 melaporkan pendapatan di atas ekspektasi analis, termasuk raksasa teknologi seperti Microsoft dan Meta. Menurut data dari FactSet, secara keseluruhan, laba mereka tumbuh sekitar 13,6% dibandingkan tahun lalu.
Sinyal Damai Dagang dan Jeda Kedua
Kondisi pasar membaik setelah pemerintahan AS mulai membuka peluang negosiasi perdagangan. Pekan lalu, kesepakatan dicapai antara AS dan Inggris. Kabar paling mengejutkan muncul ketika AS dan China sepakat untuk sementara mencabut sebagian besar tarif yang mereka berlakukan terhadap satu sama lain. Kabar ini mendorong indeks S&P 500 mencatatkan lonjakan harian terbaik sejak pengumuman jeda pertama.
Tantangan Selanjutnya
Walaupun banyak perusahaan membukukan kinerja yang melebihi harapan, sebagian besar dari mereka juga menyampaikan ketidakpastian mengenai masa depan. Banyak eksekutif perusahaan memilih menurunkan bahkan menarik proyeksi keuangan mereka untuk sisa tahun ini karena masih belum jelas bagaimana kebijakan tarif akan berkembang.
Beberapa saham besar seperti Apple dan Alphabet masih mencatat penurunan lebih dari 10% sejak awal tahun, dan indeks Nasdaq yang sarat dengan saham teknologi pun masih belum pulih sepenuhnya, dengan penurunan sekitar 0,5%.
Analis kembali mengingatkan bahwa sebagian besar tarif hanya ditangguhkan sementara, belum dihapuskan. Tarif dasar sebesar 10% terhadap negara-negara lain masih berlaku, dan tarif terhadap China masih berada di angka 30%.
“Saya menyarankan agar investor tetap waspada dalam waktu dekat dan siap menghadapi kejutan dari kebijakan perdagangan,” ujar Louis Wong, Direktur Phillip Securities Group di Hong Kong awal pekan ini.