Gelombang efisiensi yang dilakukan sejumlah startup besar seperti TikTok-Tokopedia, Shopee, hingga upaya merger antara Grab dan GOTO menandai fase baru dalam lanskap ekonomi digital Indonesia. Dinamika ini mencerminkan tekanan global, persaingan pasar yang semakin ketat, dan tuntutan profitabilitas yang tak bisa dihindari.
Sektor e-commerce, khususnya, tengah menghadapi tantangan berat dari sisi logistik, promosi, hingga biaya operasional. Baik TikTok Shop maupun Shopee kini terdorong melakukan penyesuaian signifikan demi menjaga daya saing dan efisiensi operasional.
TikTok Shop sebelumnya dikabarkan telah merumahkan sejumlah karyawan, sementara Shopee mengambil langkah berbeda. Sepanjang 2024 hingga Mei 2025, Shopee Indonesia tercatat dua kali merelokasi sebagian operasionalnya ke Yogyakarta – wilayah dengan standar upah minimum yang lebih rendah dibanding Jakarta.
Karyawan yang tidak bersedia pindah diberikan opsi pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut laporan, kebijakan relokasi ini berdampak pada lebih dari 1.000 karyawan sejak 2024. Terbaru, isu PHK kembali mencuat pada April–Mei 2025, namun dibantah manajemen Shopee.
Deputy Director of Public Affairs Shopee, Radynal Nataprawira, menegaskan bahwa langkah yang diambil bukanlah PHK massal, melainkan relokasi sebagian tim ke wilayah Jawa Tengah.
“Langkah ini dilakukan untuk menciptakan proses kerja yang lebih efisien. Sebagian tim operasional memang telah berada di lokasi tersebut sejak tahun lalu,” ujarnya, Rabu (28/5/2025).
Radynal menambahkan bahwa sebelum relokasi dijalankan, perusahaan telah memastikan kesiapan infrastruktur dan kondisi kerja di wilayah tujuan. Shopee juga memberikan dua opsi bagi karyawan: relokasi atau transfer internal ke posisi lain di wilayah Jabodetabek.
Mereka yang tidak memilih keduanya tetap mendapatkan dukungan di atas ketentuan pemerintah, termasuk asuransi selama tiga bulan.
Saat ini, Shopee Indonesia memiliki kantor di Jakarta, Yogyakarta, dan Solo. Relokasi ke Yogyakarta dinilai sebagai strategi efisiensi biaya melalui labor arbitrage, atau pemindahan aktivitas operasional ke wilayah dengan biaya tenaga kerja lebih rendah.
Langkah efisiensi ini sejalan dengan strategi induk perusahaan, Sea Ltd, yang sejak kuartal IV/2022 telah memangkas pengeluaran secara signifikan. Termasuk di antaranya pengurangan 500 karyawan Shopee Indonesia di divisi layanan pelanggan.
Strategi ini turut mendorong penurunan biaya pemasaran dan penjualan terhadap total GMV (Gross Merchandise Value), sehingga memperbaiki margin keuntungan.
Kinerja Sea Ltd Meningkat Tajam, Shopee Sumbang Pertumbuhan Signifikan
Data terbaru dari Bloomberg menyebutkan bahwa Sea Ltd mencatat laba bersih sebesar US$410,8 juta pada kuartal I/2025. Ini merupakan lonjakan besar dibanding periode yang sama tahun lalu yang mengalami kerugian sebesar US$23 juta. Laba tersebut juga melampaui ekspektasi analis yang sebelumnya memprediksi US$353,4 juta.
Pendapatan Sea tercatat sebesar US$4,84 miliar, meningkat 29,7% dibanding tahun lalu yang berada di angka US$3,73 miliar. Kontribusi terbesar datang dari Shopee, dengan pendapatan US$3,12 miliar, naik 29% dibanding periode sebelumnya. GMV Shopee mencapai US$28,6 miliar atau tumbuh 23,5%, sementara volume pesanan meningkat dari 2,5 miliar menjadi 3 miliar transaksi.
Sea memproyeksikan GMV akan tumbuh sekitar 20% dan menembus angka US$120,6 miliar pada akhir 2025. Forrest Li, Chairman dan CEO Sea Ltd, mengklaim bahwa Shopee mencetak rekor tertinggi untuk GMV dan volume transaksi pada kuartal I tahun ini.
“Kami berhasil mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dengan peningkatan profitabilitas yang konsisten, baik di Asia maupun Brasil,” kata Li dalam siaran pers resminya, Selasa (3/6/2025).
Ia menambahkan bahwa peningkatan efisiensi, kualitas layanan, dan ekosistem konten menjadi pendorong utama kinerja positif Shopee.
Di tengah ketatnya persaingan dengan TikTok milik ByteDance dan Lazada milik Alibaba, Shopee terus memperkuat fondasi bisnisnya. Namun, tantangan juga datang dari luar kawasan. Kenaikan tarif impor AS diperkirakan berdampak pada daya beli negara-negara berkembang—pasar yang selama ini menjadi tulang punggung Sea.
Ekspansi Global dan Diversifikasi Bisnis
Untuk mengurangi ketergantungan pada Asia Tenggara, Sea mulai melebarkan sayap ke Brasil sebagai bagian dari strategi diversifikasi pasar. Meskipun penuh risiko, langkah ini dianggap sebagai strategi adaptif menghadapi persaingan dan regulasi yang semakin kompleks di kawasan ASEAN.
Sea juga melakukan restrukturisasi besar dalam lini bisnisnya. Divisi layanan keuangan digital, Monee, kini mencatat pertumbuhan pendapatan yang bahkan melampaui lini gim Garena. Transformasi ini menunjukkan ambisi Sea menjadi ekosistem digital terintegrasi—meliputi e-commerce, fintech, hingga logistik.
Menurut analis Bloomberg Intelligence, Nathan Naidu, kekuatan logistik internal dan layanan iklan ber-margin tinggi akan menjadi pendorong utama pertumbuhan Shopee ke depan. Ditambah lagi dengan pemanfaatan teknologi AI generatif untuk personalisasi pengalaman pengguna dan peningkatan rasio konversi penjualan.
“Dengan integrasi logistik yang kuat, Shopee mampu mengirimkan pesanan dalam dua hari di Asia Tenggara. Kemampuan ini akan diperluas ke Brasil, memperkuat daya saing menghadapi TikTok,” jelas Naidu.