Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa penerimaan bea masuk pada April 2025 mengalami penurunan sebesar 1,9% dibandingkan tahun sebelumnya (Year-on-Year/YoY). Penurunan ini dipicu oleh berkurangnya volume impor sejumlah komoditas pangan utama seperti beras, jagung, dan gula.
Data Kemenkeu menunjukkan, hingga April 2025, total penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp15,4 triliun atau sekitar 29,2% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski demikian, pemerintah menilai tren ini sebagai indikator positif terkait peningkatan swasembada pangan.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menegaskan bahwa absennya impor terhadap ketiga komoditas tersebut mencerminkan kekuatan produksi domestik.
“Penurunan penerimaan ini tidak perlu dikhawatirkan karena terjadi akibat tidak adanya impor beras, jagung, dan gula. Justru ini menunjukkan ketahanan pasokan dalam negeri,” ujarnya, dikutip dari laman resmi Kementerian Pertanian, Selasa (27/5/2025).
Anggito juga menyampaikan bahwa jika ketiga komoditas itu dikecualikan, maka penerimaan bea masuk sesungguhnya mencatat pertumbuhan sebesar 4,3% secara tahunan.
Di sisi lain, sektor pertanian turut menyumbang peningkatan signifikan pada bea keluar, yang melonjak 95,9% menjadi Rp11,3 triliun. Kenaikan ini didorong oleh meroketnya harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit di pasar global.
Peningkatan ini tidak terlepas dari strategi pemerintah dalam memperkuat sektor pertanian nasional, termasuk peningkatan produksi, efisiensi distribusi, serta dukungan terhadap petani.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, turut mengapresiasi capaian tersebut. Ia mengungkapkan bahwa stok beras yang dikelola Perum Bulog telah mencapai 3,9 juta ton per 24 Mei 2025.
“Ini pencapaian luar biasa. Dengan cadangan sebesar ini, ketahanan pangan kita semakin kuat, terlebih di tengah situasi krisis pangan dunia,” kata Amran.
Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada periode Januari hingga Juni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton, naik 11,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Untuk komoditas jagung, luas panen diperkirakan mencapai 1,42 juta hektare atau meningkat 11,64% secara tahunan. Sementara itu, produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 28% diproyeksikan naik menjadi 10,91 juta ton, tumbuh 12,88% dari tahun sebelumnya.
Pemerintah optimistis, dengan tren positif ini, sektor pertanian akan terus menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas pangan sekaligus mendukung pendapatan negara.