Surplus Dagang Indonesia April 2025 Terendah dalam 5 Tahun, AS Jadi Penyumbang Utama

4 Min Read

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Amerika Serikat tetap menjadi negara dengan kontribusi surplus perdagangan non-migas terbesar bagi Indonesia selama periode Januari hingga April 2025. Sementara itu, China mencatat defisit perdagangan paling besar dengan Indonesia pada empat bulan pertama tahun ini.

Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa surplus perdagangan non-migas dengan AS mencapai US$6,42 miliar.

- Advertisement -

Komoditas utama yang mendorong surplus tersebut adalah mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) dengan nilai surplus US$1,25 miliar, disusul alas kaki (HS 64) sebesar US$838,4 juta, serta pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) yang mencapai US$801,4 juta.

Di posisi kedua sebagai penyumbang surplus terbesar adalah India dengan nilai total mencapai US$4 miliar. Komoditas utama ekspor ke India yang menopang surplus ini antara lain bahan bakar mineral sebesar US$2,03 miliar, lemak dan minyak hewani/nabati senilai US$805 juta, serta besi dan baja US$398,4 juta.

Filipina menempati posisi ketiga dengan surplus perdagangan non-migas sebesar US$2,92 miliar. Produk utama yang menyokong surplus tersebut adalah kendaraan dan bagiannya (US$904,2 juta), bahan bakar mineral (US$751,3 juta), serta lemak dan minyak hewani/nabati (US$326,2 juta).

- Advertisement -

Di sisi lain, China mencatat defisit perdagangan non-migas terbesar dengan Indonesia, yakni sebesar US$6,9 miliar. Pudji menyatakan bahwa defisit tersebut sebagian besar berasal dari impor mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) yang mencapai US$5,72 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) senilai US$5,2 miliar, dan kendaraan serta bagiannya (HS 87) sebesar US$1,38 miliar.

Australia berada di peringkat kedua sebagai negara penyumbang defisit dengan nilai US$1,57 miliar, terutama dari impor bahan bakar mineral (US$441,2 juta), serealia (US$435,1 juta), dan logam mulia serta perhiasan (US$329,8 juta).

Sementara itu, Hongkong menduduki posisi ketiga dengan defisit sebesar US$485,5 juta, yang terutama berasal dari impor logam mulia dan perhiasan (US$329,4 juta), kain rajutan (US$56,8 juta), serta instrumen optik dan medis (US$49,3 juta).

Surplus Neraca Perdagangan Terendah Sejak Mei 2020

Secara keseluruhan, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$160 juta per April 2025. Pudji menyebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada bulan tersebut mencapai US$20,74 miliar, naik 5,76% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan nilai impor sebesar US$20,59 miliar. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan April 2025 mengalami penurunan signifikan.

“Surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada April 2025 sebesar US$0,16 miliar, dan ini menandai 60 bulan berturut-turut Indonesia mencatat surplus sejak Mei 2020,” ujar Pudji.

Meski demikian, angka surplus tersebut merupakan yang terendah sejak Mei 2020 dan jauh di bawah ekspektasi para ekonom. Berdasarkan survei Bloomberg terhadap 22 ekonom, median perkiraan surplus neraca perdagangan April 2025 adalah US$2,85 miliar. Realisasi ini juga menurun drastis dibandingkan surplus bulan Maret 2025 yang mencapai US$4,33 miliar.

Ekonom Standard Chartered Bank, Aldian Taloputra, bahkan memberikan perkiraan tertinggi sebesar US$4,69 miliar, sementara ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini, memprediksi surplus hanya sekitar US$4 juta. Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan surplus April 2025 mencapai US$2,7 miliar, turun dari bulan sebelumnya.

Menurut Asmoro, penurunan surplus ini sejalan dengan moderasi ekspor yang dipicu oleh turunnya harga komoditas global. Namun, ia optimistis ekspor tetap bisa tumbuh positif berkat antisipasi pelaku usaha terhadap penundaan tarif resiprokal pada April.

Share This Article