Tarif Impor & Penjualan Lesu Tak Hentikan DRMA Ukir Kinerja Positif

4 Min Read

PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA), perusahaan otomotif milik konglomerat TP Rachmat yang berada di bawah naungan Grup Triputra, tengah menghadapi tekanan berat sepanjang 2025.

Tantangan tersebut datang dari pelemahan sektor otomotif dalam negeri serta ketidakpastian global akibat potensi diberlakukannya tarif impor oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

- Advertisement -

Data dari Gaikindo menunjukkan bahwa penjualan mobil secara wholesales pada April 2025 mencapai 51.205 unit. Meski meningkat 5% dibandingkan April 2024 (48.764 unit), penurunan signifikan terjadi secara bulanan, dengan angka April turun 27,8% dari 70.895 unit pada Maret 2025.

Secara kumulatif, penjualan mobil dari Januari hingga April 2025 menyentuh angka 256.368 unit, menyusut 2,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara eksternal, DRMA dihadapkan pada ketidakpastian kebijakan perdagangan internasional. Ancaman tarif impor Amerika Serikat dan kemungkinan kebijakan balasan dari negara mitra dagang berpotensi memukul kinerja ekspor komponen otomotif DRMA ke AS. Walau kebijakan Trump saat ini belum diberlakukan, analis memandang potensi risikonya tidak bisa diabaikan.

- Advertisement -

Menurut Jason Sebastian, analis dari Samuel Sekuritas, permintaan di sektor otomotif akan tetap melemah tahun ini. Ia memperkirakan penjualan kendaraan pada 2025 bakal turun sekitar 4%-5% karena tekanan daya beli yang rendah serta kondisi suku bunga yang masih tinggi.

“Pelemahan pasar ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan DRMA,” tulis Jason dalam riset tertanggal 28 Mei 2025.

Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah memperberat biaya operasional, sehingga menekan margin keuntungan perusahaan. Kendati begitu, DRMA dinilai masih memiliki ruang untuk tumbuh melalui ekspansi ke sektor kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan diversifikasi ke industri non-otomotif.

Laporan keuangan kuartal I/2025 menunjukkan bahwa DRMA mencatat laba bersih sebesar Rp142,71 miliar, meningkat 6,97% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp133,4 miliar. Kinerja positif ini ditopang oleh kenaikan penjualan bersih sebesar 9,77% yoy menjadi Rp1,46 triliun dari sebelumnya Rp1,33 triliun.

Di pasar saham, performa DRMA juga masih positif, dengan harga saham naik 8,7% sepanjang tahun berjalan ke level Rp1.000 per saham. Jason menilai bahwa DRMA tetap menarik karena posisinya sebagai pemimpin pasar suku cadang otomotif dan usahanya dalam memperluas jangkauan ke sektor non-otomotif.

Faktor lainnya adalah dividen yang menggiurkan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), DRMA menetapkan pembagian dividen sebesar Rp202 miliar atau Rp43 per saham, yang setara dengan 35% dari laba bersih tahun buku 2024 sebesar Rp579,3 miliar.

Dari sisi rekomendasi, Samuel Sekuritas mempertahankan status hold untuk DRMA dengan target harga Rp1.000 per lembar.

Sementara itu, analis dari Sinarmas Sekuritas, Christine Nathania dan Isfhan Helmy, menilai dampak kebijakan tarif impor AS terhadap DRMA cukup minim mengingat mayoritas penjualan perusahaan difokuskan pada pasar domestik. Oleh karena itu, Sinarmas menaikkan rekomendasinya menjadi buy dengan target harga Rp1.220.

Adapun Christofer Kojongian dari Sucor Sekuritas menyoroti potensi pertumbuhan DRMA lewat pengembangan produk baterai.

“Pasar kendaraan di Indonesia yang mencapai 160 juta unit membuka peluang besar untuk diversifikasi ke sektor baterai,” tulisnya dalam riset.

Sucor pun memberikan rekomendasi buy dengan target harga yang lebih tinggi, yakni Rp1.500 per saham.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham.

Share This Article