The Fed Hadapi Dilema Kebijakan di Tengah Ancaman Inflasi dan Pengangguran

3 Min Read

Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) mengakui potensi menghadapi dilema kebijakan moneter dalam waktu dekat, menyusul meningkatnya tekanan inflasi yang bersamaan dengan naiknya tingkat pengangguran.

Dalam risalah pertemuan yang digelar pada 6–7 Mei lalu dan dirilis Rabu waktu setempat, para pejabat The Fed menyampaikan kekhawatiran bahwa mereka mungkin harus membuat keputusan sulit dalam menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas pasar tenaga kerja.

- Advertisement -

Kekhawatiran ini turut dipicu oleh gejolak pasar keuangan dan meningkatnya risiko resesi yang tergambar dari proyeksi internal The Fed. Walaupun ada sedikit perbaikan sentimen pasar usai Presiden Donald Trump menunda pengenaan tarif impor besar terhadap produk China, ketidakpastian kebijakan masih menjadi sorotan utama para pembuat kebijakan.

Ancaman Stagflasi Membayangi

Risalah mencatat bahwa para anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) tengah mempertimbangkan skenario stagflasi—kondisi di mana inflasi tinggi terjadi bersamaan dengan peningkatan pengangguran. Dalam situasi ini, The Fed kemungkinan harus memilih antara menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi atau menurunkannya guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

- Advertisement -

“Hampir semua peserta menyuarakan kekhawatiran bahwa tekanan harga bisa lebih bertahan lama dari perkiraan,” demikian isi risalah tersebut. Selain itu, para pejabat juga menggarisbawahi bahwa langkah kebijakan fiskal pemerintah, termasuk tarif impor, bisa memperumit respons moneter.

Pasar dan Dolar Jadi Sumber Risiko Tambahan

Volatilitas di pasar obligasi yang meningkat menjelang pertemuan Mei juga menjadi perhatian serius. The Fed menyatakan bahwa perubahan nilai dolar AS sebagai aset safe haven, serta kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah, bisa menimbulkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional.

Outlook Ekonomi Penuh Ketidakpastian

Paparan The Fed menunjukkan bahwa tarif impor yang direncanakan berpotensi mendongkrak inflasi secara signifikan sepanjang tahun ini. Sementara itu, pasar tenaga kerja diproyeksi melemah tajam dengan tingkat pengangguran diperkirakan melebihi ambang batas lapangan kerja penuh dan bertahan di atas level itu selama dua tahun ke depan.

Per April 2025, tingkat pengangguran AS tercatat di angka 4,2%, mendekati proyeksi jangka panjang The Fed sebesar 4,6% yang masih dianggap selaras dengan target inflasi 2%.

Walaupun penundaan tarif impor memberi sedikit ruang bernapas, sebagian analis menilai risiko resesi belum sepenuhnya sirna. The Fed bahkan menyatakan bahwa risiko resesi saat ini hampir setara dengan skenario utama mereka, yaitu pertumbuhan ekonomi yang melambat namun tetap berlanjut.

Langkah Selanjutnya: Menunggu dan Melihat

Dalam pertemuan Mei lalu, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,5%. Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa pihaknya akan berhati-hati dan menunggu kejelasan arah kebijakan pemerintah, khususnya terkait tarif, sebelum mengambil langkah lanjutan.

Pertemuan kebijakan berikutnya dijadwalkan berlangsung pada 17–18 Juni mendatang. Dalam pertemuan tersebut, The Fed akan mengumumkan proyeksi terbaru terkait inflasi, ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan arah suku bunga untuk periode mendatang.

Pada pertemuan terakhir di bulan Maret, proyeksi median menunjukkan kemungkinan dua kali penurunan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin sebelum akhir 2025.

Share This Article