The Fed Tahan Suku Bunga, Waspadai Inflasi dan Risiko Resesi Akibat Tarif Trump

4 Min Read

Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), memilih untuk mempertahankan suku bunga acuannya dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 6–7 Mei 2025, seiring meningkatnya ketidakpastian arah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sikap ini mencerminkan kehati-hatian The Fed di tengah tekanan inflasi yang belum mereda dan meningkatnya risiko pengangguran.

Dalam risalah rapat yang dirilis Kamis (29/5/2025), The Fed menyebutkan bahwa pendekatan sabar merupakan langkah paling tepat dalam situasi saat ini. Para pembuat kebijakan sepakat bahwa ketidakpastian yang tinggi—terutama terkait arah kebijakan pemerintah dan kondisi global—menuntut bank sentral untuk menunggu kejelasan lebih lanjut sebelum mengambil langkah lanjutan.

- Advertisement -

“Dengan pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang masih solid, serta kebijakan moneter yang cukup ketat, komite berada dalam posisi tepat untuk bersabar menanti arah inflasi dan prospek ekonomi,” demikian pernyataan dalam risalah FOMC, dikutip dari Bloomberg.

Risiko Resesi dan Tekanan Tarif

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,5% selama tiga pertemuan berturut-turut. Namun, tekanan baru datang dari arah kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump, yang kembali memicu ketidakpastian global melalui tarif tinggi terhadap barang impor, khususnya dari Tiongkok.

Rapat The Fed digelar hanya beberapa hari sebelum tercapainya kesepakatan sementara antara AS dan Tiongkok untuk menurunkan tarif. Meski disambut positif, beban tarif yang tetap tinggi memicu kekhawatiran akan inflasi dan penurunan aktivitas bisnis, karena banyak pelaku usaha menahan ekspansi dan perekrutan karyawan.

Staf internal The Fed bahkan menyebut kemungkinan resesi kini hampir setara dengan skenario utama. Mereka memproyeksikan penurunan signifikan pasar tenaga kerja, dengan tingkat pengangguran diperkirakan melampaui batas alami dan bertahan hingga 2027. Sementara itu, tarif diperkirakan akan mendorong inflasi naik tajam sepanjang 2025.

- Advertisement -

Kekhawatiran Ekspektasi Inflasi

The Fed juga menaruh perhatian pada lonjakan ekspektasi inflasi jangka panjang masyarakat. Sebagian besar peserta rapat menyampaikan kekhawatiran bahwa inflasi bisa lebih bertahan lama akibat tekanan harga dari tarif impor.

Indeks ekspektasi inflasi konsumen versi Universitas Michigan untuk jangka waktu 5–10 tahun mengalami kenaikan tajam, sebagian besar dipicu oleh tarif. Namun, beberapa pejabat Fed menilai indikator pasar menunjukkan ekspektasi inflasi masih terkendali.

“Komite dapat menghadapi dilema kebijakan yang berat apabila inflasi terbukti lebih persisten, sementara prospek pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan terus melemah,” lanjut risalah tersebut.

Revisi Kerangka Strategis The Fed

Selain isu inflasi, The Fed juga membahas evaluasi rutin terhadap kerangka kerja strategis yang menjadi pedoman dalam pengambilan kebijakan moneter. Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyebut bahwa waktu saat ini tepat untuk meninjau ulang strategi yang digunakan, termasuk konsep target inflasi rata-rata dan definisi kekurangan ketenagakerjaan.

Dalam tinjauan terakhir pada 2020, The Fed mengadopsi pendekatan flexible average inflation targeting, yang membolehkan inflasi berada di atas 2% untuk sementara waktu demi mengompensasi periode inflasi rendah.

Namun, risalah terbaru menunjukkan dukungan menguat terhadap pendekatan baru yang lebih sederhana, yaitu target inflasi fleksibel, di mana bank sentral akan fokus mengembalikan inflasi ke level 2% tanpa perlu memperhitungkan penyimpangan sebelumnya.

Langkah ini menandakan sikap The Fed yang lebih adaptif terhadap perubahan kondisi ekonomi global, sekaligus mencerminkan komitmen dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan ketahanan pasar tenaga kerja.

Share This Article