Transisi Energi Jadi Primadona Baru Emiten Tambang: PGEO, HRUM, hingga MBAP Siap Menyambut Tantangan

5 Min Read

Sejumlah emiten energi dan pertambangan mulai agresif mengalihkan fokus bisnisnya ke sektor energi baru dan terbarukan (EBT) seiring dengan meningkatnya peluang keuntungan dan dorongan kebijakan nasional.

Langkah strategis ini didorong oleh proyeksi pemerintah dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2034 yang menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik hingga 69,6 gigawatt (GW), naik signifikan dibandingkan target RUPTL 2021–2030 sebesar 40,6 GW.

- Advertisement -

Dalam RUPTL terbaru, sebanyak 76% dari kapasitas tersebut dialokasikan untuk pembangkit EBT dan storage, dengan rincian 42,6 GW (61%) berasal dari EBT dan 10,3 GW (15%) dari sistem penyimpanan energi. Sementara itu, 16 GW sisanya berasal dari energi fosil, yaitu gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.

PGEO: Panas Bumi Jadi Tumpuan Energi Lokal

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) menyambut positif peningkatan peran EBT dalam sistem kelistrikan nasional. Direktur Utama PGEO, Julfi Hadi, menilai kebijakan ini sebagai langkah penting menuju kemandirian energi.

“PGE siap berkontribusi aktif dalam menyediakan energi lokal yang andal, mendorong perekonomian, dan mendukung pencapaian target nasional melalui pengembangan proyek-proyek strategis,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (27/5/2025).

Proyek strategis yang sedang digarap PGEO mencakup pengembangan Lumut Balai Unit 2 (55 MW), Hululais Unit 1 & 2 (110 MW), serta proyek co-generation dengan total kapasitas mencapai 230 MW. Lumut Balai Unit 2 ditargetkan mulai beroperasi pada pertengahan 2025.

- Advertisement -

PGEO juga tengah mengeksplorasi potensi panas bumi di Seulawah, Kotamobagu, dan Gunung Tiga. Perseroan menargetkan peningkatan kapasitas terpasang dari 672 MW menjadi 1 GW dalam dua tahun, dan mencapai 1,7 GW pada 2034. Selain itu, PGEO telah mengidentifikasi cadangan panas bumi sebesar 3 GW dari 10 wilayah kerja (WKP) yang dikelola langsung.

HRUM: Ruang Terbatas untuk Tingkatkan Produksi Batu Bara

Berbeda dengan PGEO, PT Harum Energy Tbk. (HRUM) menghadapi keterbatasan dalam mengoptimalkan peluang dari proyek RUPTL karena target produksi batu bara perusahaan untuk 2025 sudah ditetapkan di kisaran 5–5,5 juta ton.

Direktur Utama HRUM, Ray Antonio, mengungkapkan bahwa peluang peningkatan produksi sangat terbatas karena rencana penambangan sudah dikunci oleh manajemen.

“Produksi kami sudah disesuaikan dengan main plan untuk 2025, sehingga ruang untuk peningkatan sangat terbatas,” katanya dalam paparan publik, Selasa (27/5/2025).

HRUM memproyeksikan produksi dan penjualan batu bara akan menurun dari realisasi tahun 2024, masing-masing sebesar 6,1 juta ton dan 6 juta ton. Oleh karena itu, perseroan tidak menargetkan peningkatan laba dan pendapatan dari RUPTL PLN, melainkan akan bergantung pada harga jual batu bara rata-rata dan efisiensi biaya produksi.

Ray juga menyoroti tantangan eksternal, seperti persaingan ketat dengan pasokan batu bara dari Rusia, China, dan India, serta tekanan kebijakan pemerintah seperti implementasi B40 yang berdampak pada penurunan permintaan.

MBAP: Fokus Diversifikasi dan Investasi Energi Terbarukan

Sementara itu, PT Mitrabara Adiperdana Tbk. (MBAP) justru semakin agresif masuk ke bisnis energi baru terbarukan. Pada 2025, MBAP mengalokasikan belanja modal (capex) hampir US$70 juta atau sekitar Rp1,13 triliun, dengan 67% dari total anggaran tersebut dialokasikan untuk proyek EBT.

Direktur MBAP, Yulius Leonardo, menyatakan bahwa alokasi untuk sektor EBT mencapai US$46,9 juta atau sekitar Rp762 miliar, yang berasal dari sisa laba 2024 dan pendanaan eksternal.

Direktur Utama MBAP, Khoirudin, mengungkapkan bahwa meskipun bisnis inti perusahaan masih di sektor batu bara, tekanan pasar global mendorong perusahaan untuk serius melakukan diversifikasi sejak 2022.

“Pasar batu bara semakin kompetitif karena tekanan pasokan global dan kebijakan energi hijau. Kami makin yakin bahwa diversifikasi adalah jalan terbaik,” jelasnya.

Langkah konkret MBAP antara lain pembentukan joint venture dengan Masdar Indonesia Solar Holdings RSC Limited yang menghasilkan PT Masdar Mitra Solar Radiance, penyedia solusi energi surya untuk pasar komersial dan industri. Pada 2024, Solar Radiance telah menghasilkan 17 MWp, dan ditargetkan mencapai 51 MWp pada 2025.

Selain itu, MBAP juga mengembangkan PT Malinau Hijau Lestari (MHL) yang bergerak di bidang biomassa, khususnya produksi wood pellet. Pabrik MHL di Kalimantan Utara ditargetkan selesai dibangun pada 2025 dan mulai beroperasi secara komersial pada 2026 dengan kapasitas 150.000 ton per tahun.

Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.

Share This Article