Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menggelar pembicaraan via sambungan telepon pada Kamis (5/6/2025), dan sepakat untuk kembali melanjutkan negosiasi dagang di tengah ketegangan tarif yang kian memanas.
Trump menyebut percakapan selama 90 menit itu berlangsung “sangat baik” dan sebagian besar membahas isu perdagangan. Ia mengklaim hasil pembicaraan tersebut sangat positif bagi kedua negara, sebagaimana diungkapkan lewat unggahan di platform media sosial miliknya, Truth Social.
Dalam pembicaraan tersebut, Trump mengumumkan bahwa delegasi perdagangan AS akan dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, serta Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer. Ketiganya akan menjadi ujung tombak diplomasi ekonomi AS dalam pembicaraan lanjutan dengan China, seperti dilaporkan CNBC International, Jumat (6/6/2025).
Tarik Ulur Tanah Jarang dan Ketegangan Teknologi
Pertemuan terakhir antar delegasi kedua negara berlangsung di Jenewa pada Mei 2025. Dalam pertemuan tersebut, AS dan China menyepakati penurunan sementara tarif balasan atas sejumlah komoditas impor. Namun tak lama setelahnya, pemerintahan Trump menuduh Beijing lambat dalam memenuhi janjinya untuk membuka ekspor rare earth minerals atau tanah jarang ke AS—komoditas vital untuk industri teknologi dan pertahanan.
Beijing membalas dengan menyampaikan kekecewaan atas kebijakan Washington yang dinilai mengganggu kemajuan perundingan. Termasuk di antaranya pembatasan visa untuk pelajar asal China serta peringatan bagi industri AS agar tak menggunakan semikonduktor asal Tiongkok.
Sebagai tanggapan tambahan, AS juga memperluas pembatasan ekspor chip dengan alasan perlindungan keamanan nasional. Namun langkah tersebut ditafsirkan Beijing sebagai bentuk sanksi ekonomi. Ketegangan ini membuat bursa saham global sempat berfluktuasi pada Kamis pagi setelah kabar panggilan telepon Trump–Xi tersebar lewat media pemerintah China.
Trump: “Tanah Jarang Tak Boleh Lagi Jadi Masalah”
Usai panggilan telepon, Trump menyatakan bahwa tidak boleh ada lagi keraguan soal kompleksitas produk tanah jarang, meskipun tak menjelaskan lebih lanjut maksud pernyataannya.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Luar Negeri China dan Kedutaan Besar China di Washington mengonfirmasi bahwa panggilan telepon tersebut merupakan permintaan dari pihak Trump. Disebutkan pula bahwa presiden AS sangat ingin berbicara dengan Xi Jinping mengingat hubungan dagang yang semakin memanas dalam sepekan terakhir.
Undangan ke China dan Sikap Trump yang Kontras
Trump mengungkapkan bahwa Xi Jinping telah mengundangnya beserta Ibu Negara Melania Trump untuk berkunjung ke China, dan dirinya telah menerima undangan tersebut. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada topik lain yang dibahas, termasuk konflik Rusia, Ukraina, maupun Iran.
Sebelumnya, Trump sempat menyuarakan kekesalannya terhadap sikap keras Xi Jinping. Dalam unggahan media sosial sehari sebelum panggilan telepon, Trump menulis: “Saya suka Presiden Xi dari China, selalu suka, dan akan selalu suka, tetapi dia SANGAT KERAS, DAN SANGAT SULIT UNTUK DIBUAT KESEPAKATAN!!!”
Perang Tarif Masih Membayangi
Hubungan dagang kedua negara sempat berada di titik nadir ketika Trump menaikkan tarif atas impor China hingga 145% pada April 2025. Sebagai balasan, China memberlakukan tarif hingga 125% atas barang-barang dari AS. Ketegangan ini nyaris menyerupai embargo dagang terbuka.
Namun, kemajuan tampak mulai terlihat sejak perundingan Jenewa pada Mei lalu yang oleh kedua belah pihak disebut sebagai produktif. Trump dan Xi juga telah berbicara pada Januari 2025 sebelum pelantikan presiden AS, dan panggilan Kamis menjadi perbincangan empat mata kedua mereka di tahun ini.
Dengan total nilai perdagangan AS–China yang mencapai hampir US$600 miliar pada 2024, perbaikan hubungan ekonomi ini berpotensi meredakan ketidakpastian global jika pembicaraan berikutnya benar-benar menghasilkan kesepakatan konkret.