Trump Tuding China Langgar Kesepakatan Tarif, Ancam Tindakan Tegas dan Naikkan Tarif Baja

4 Min Read

Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memanaskan tensi dagang dengan China dengan menuduh negara tersebut melanggar kesepakatan yang dicapai dalam perundingan bilateral di Jenewa, Swiss, terkait pencabutan tarif dan pembatasan perdagangan.

Mengutip laporan Reuters pada Sabtu (31/5/2025), Trump menyampaikan tuduhannya lewat unggahan di platform Truth Social. Ia menilai China gagal memenuhi komitmen untuk mencabut tarif serta hambatan ekspor terhadap sejumlah mineral penting yang sangat dibutuhkan sektor teknologi dan pertahanan AS.

- Advertisement -

“China, mungkin tidak mengejutkan bagi sebagian orang, telah benar-benar melanggar perjanjiannya dengan kami. Begitulah seharusnya dia menjadi orang baik!” tulis Trump, tanpa merinci bentuk pelanggaran ataupun langkah konkret yang akan diambil sebagai respons.

Dialog dengan Xi Jinping dan Peringatan Tarif Baru

Saat ditanya di Gedung Putih, Trump menyatakan niatnya untuk segera berbicara langsung dengan Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat. “Dan mudah-mudahan kita dapat menyelesaikannya,” ujarnya.

Namun di saat bersamaan, dalam sebuah kampanye di Pennsylvania yang juga mempromosikan kemitraan antara U.S. Steel dan Nippon Steel Jepang, Trump mengumumkan rencana menggandakan tarif impor baja dari 25% menjadi 50%. Kenaikan ini akan mulai berlaku pekan depan, dan disebut sebagai strategi untuk memperkuat industri baja nasional.

- Advertisement -

Meskipun China merupakan eksportir baja terbesar di dunia, ekspornya ke AS relatif kecil karena sejak 2018 sudah dikenai tarif 25%, yang membuat produk baja China nyaris tak masuk ke pasar Amerika.

Janji China Dinilai Lambat dan Mengancam Stabilitas Industri AS

Dalam perundingan di Jenewa, China sebelumnya sepakat mencabut pembatasan terhadap ekspor mineral tanah jarang—komponen penting untuk memproduksi semikonduktor, elektronik canggih, hingga sistem pertahanan. Namun menurut sumber pemerintah AS, China bergerak lambat dalam memenuhi komitmen tersebut, termasuk dalam menerbitkan lisensi ekspor.

“China memperlambat kepatuhan mereka, yang sama sekali tidak dapat diterima dan harus ditangani,” ujar Jamieson Greer, Perwakilan Dagang AS. Ia menambahkan bahwa tindakan ini bisa memicu kelangkaan bahan penting dan mengganggu industri otomotif dan manufaktur.

Kekhawatiran pun mencuat dari kalangan eksekutif otomotif global, yang memperingatkan potensi kekurangan pasokan magnet tanah jarang dari China. Komponen ini digunakan dalam berbagai bagian mobil, mulai dari motor wiper hingga sensor sistem pengereman anti-lock, dan kekurangannya bisa memicu penghentian produksi dalam hitungan minggu.

Respons China dan Pembalasan Terselubung

Juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu, menyatakan bahwa Beijing masih menjaga komunikasi dengan AS pasca perundingan Jenewa. Namun, Liu juga menyoroti kekhawatiran terhadap tindakan pembatasan ekspor dari pihak AS.

“China sekali lagi mendesak AS untuk segera mengoreksi tindakannya yang keliru, menghentikan pembatasan diskriminatif terhadap China, dan bersama-sama menegakkan konsensus yang telah dicapai dalam perundingan tingkat tinggi di Jenewa,” tegas Liu dalam sebuah pernyataan.

Diketahui, pemerintah AS baru-baru ini telah memerintahkan sejumlah perusahaan menghentikan pengiriman produk ke China tanpa lisensi khusus. Produk yang terdampak termasuk perangkat lunak desain semikonduktor, bahan kimia, butana dan etana, hingga peralatan mesin dan penerbangan.

Pihak Gedung Putih, Departemen Keuangan, dan Kantor Perwakilan Dagang AS hingga kini belum memberikan komentar resmi terkait isu ini.

Ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia ini diprediksi akan kembali meningkat tajam jika tidak segera diselesaikan melalui jalur diplomasi.

Share This Article