Utang Negara Rp9.000 Triliun? Transparansi yang Menghilang Bikin Resah

3 Min Read

Hingga pertengahan Mei 2025, publik belum kembali menerima laporan rutin APBN KiTa dari Kementerian Keuangan. Terakhir kali laporan itu diterbitkan adalah pada Februari 2025, yang memuat data bulan Januari. Namun, dokumen tersebut kini tidak lagi tersedia di situs resmi Kemenkeu, menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik dan investor.

Laporan tersebut mencatat bahwa pada Januari 2025, total utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.909,13 triliun, atau setara dengan 39,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini masih aman menurut batas maksimal 60% yang ditetapkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara. Meski begitu, setelah Februari, tidak ada publikasi lanjutan mengenai kondisi fiskal terbaru. Upaya sejumlah media termasuk Bisnis Indonesia untuk mengonfirmasi data ini juga belum dijawab oleh pihak terkait.

- Advertisement -

Detail Struktur Utang Negara

Utang pemerintah terbagi dalam beberapa komponen utama, yakni Surat Berharga Negara (SBN) baik dalam rupiah maupun valuta asing, serta pinjaman dari dalam dan luar negeri. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan bahwa hingga akhir Maret 2025, nilai SBN yang beredar (kecuali yang tidak dapat diperjualbelikan) mencapai Rp7.804,19 triliun.

Jika seluruh SBN—termasuk yang bersifat non-tradeable—dihitung, maka totalnya naik menjadi Rp7.970,6 triliun. Sementara itu, utang luar negeri pemerintah tercatat mencapai US$65,64 miliar, atau sekitar Rp1.087,36 triliun, berdasarkan kurs JISDOR Rp16.566 per dolar AS pada akhir Maret. Data spesifik mengenai pinjaman dalam negeri dari sektor perbankan, seperti dari BNI dan Bank Mandiri, belum tersedia secara resmi.

Dengan perhitungan konservatif yang hanya mencakup SBN yang dapat diperjualbelikan dan pinjaman luar negeri, total utang pemerintah berada di kisaran Rp8.891,55 triliun. Namun bila seluruh SBN dimasukkan (termasuk non-tradeable) dan pinjaman luar negeri disertakan, angka tersebut membengkak menjadi Rp9.057,96 triliun — meningkat lebih dari Rp148 triliun dibandingkan data akhir Januari.

- Advertisement -

Minim Publikasi, Kepercayaan Tetap Terjaga?

Absennya data resmi selama dua bulan terakhir menimbulkan kekhawatiran mengenai keterbukaan informasi fiskal pemerintah. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menyarankan agar pemerintah memberikan penjelasan jika memang terdapat hambatan teknis. “Akan lebih baik jika ada klarifikasi langsung, supaya publik tidak membuat spekulasi liar,” ujarnya saat diwawancarai pada 16 Mei 2025.

Meski demikian, David menilai kepercayaan investor terhadap instrumen keuangan dalam negeri, seperti SBN, masih cukup tinggi, apalagi setelah adanya penundaan penerapan tarif balasan oleh Amerika Serikat selama tiga bulan.

Senada dengan itu, Teuku Riefky, ekonom dari LPEM FEB UI, menekankan pentingnya publikasi APBN KiTa sebagai alat pemantau kondisi fiskal. “Ini penting sebagai indikator apakah realisasi belanja dan penerimaan sesuai target. Tanpa data, analisis kondisi ekonomi menjadi kurang akurat,” jelasnya pada 7 Maret 2025.

Minimnya rilis informasi dalam beberapa bulan terakhir dipandang sebagai kemunduran dalam prinsip transparansi yang sebelumnya dijunjung tinggi oleh pemerintah.

Share This Article