Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan Rabu (11/6/2025), meskipun data inflasi menunjukkan tanda-tanda stabilisasi. Sentimen pasar cenderung negatif akibat meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran investor.
Mengutip Reuters Kamis (12/6/2025), indeks S&P 500 terkoreksi 15,09 poin atau 0,25% ke level 6.023,72. Indeks teknologi Nasdaq Composite juga turun 93,53 poin atau 0,47% dan berakhir di 19.621,46. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average sedikit menguat 5,35 poin atau 0,01% ke posisi 42.872,22.
Aksi jual saham terjadi usai muncul laporan bahwa pemerintah AS tengah mempersiapkan evakuasi sebagian staf dari kedutaan besarnya karena meningkatnya risiko keamanan. Ketegangan meningkat setelah seorang pejabat tinggi Iran menyatakan kemungkinan akan menyerang pangkalan militer AS di kawasan tersebut jika negosiasi nuklir kembali menemui jalan buntu.
Di sisi lain, data ekonomi menunjukkan bahwa inflasi AS tetap terkendali pada Mei 2025. Indeks harga konsumen (CPI) mencatatkan kenaikan tahunan sebesar 2,4%, sedikit lebih rendah dari konsensus pasar yang memperkirakan angka 2,5%.
“Meski kekhawatiran terhadap dampak tarif Trump terhadap inflasi masih ada, data ini lebih baik dari ekspektasi dan memunculkan optimisme bahwa The Fed bisa menurunkan suku bunga pada akhir tahun,” ujar Robert Pavlik, Senior Portfolio Manager di Dakota Wealth.
Mengacu pada alat FedWatch dari CME Group, pelaku pasar kini memperkirakan peluang sebesar 70% bahwa Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada pertemuan kebijakan bulan September mendatang.
Optimisme pasar juga didorong oleh perkembangan positif dalam hubungan dagang AS-China. Sehari setelah pejabat tinggi Washington dan Beijing menyepakati kerangka kerja baru untuk meredakan ketegangan tarif, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa kedua negara telah mencapai kesepakatan. Dalam pernyataannya, Trump menyebut bahwa China akan meningkatkan pasokan logam tanah jarang dan magnet permanen ke AS.
John Praveen, Managing Director di Paleo Leon, menyebut bahwa skenario terburuk dari ketegangan dagang kemungkinan telah berlalu. “Kedua belah pihak tampaknya berusaha menyelamatkan muka. Mereka telah mencapai kesepakatan, tetapi implementasinya masih menjadi tanda tanya,” ujarnya.
Berdasarkan pernyataan seorang pejabat Gedung Putih, AS akan memberlakukan tarif sebesar 55% terhadap produk impor dari China, yang mencakup tarif dasar resiprokal 10%, tarif 20% untuk perdagangan fentanil, dan tambahan 25% untuk melanjutkan tarif eksisting. Sebagai balasan, China akan mengenakan tarif rata-rata sebesar 10% atas produk-produk impor asal AS.
Sebelumnya, pasar saham AS sempat reli dalam beberapa pekan terakhir, pulih dari koreksi tajam pada April yang dipicu oleh pengumuman tarif “Liberation Day” oleh Presiden Trump. Namun, dinamika geopolitik terbaru membuat investor kembali berhati-hati.